Senin, 27 Oktober 2008

Diary Ramadhan (3)

Lantai 3 Gedung Nusantara I DPR RI. Kantor lenggang saat saya datang. Belaian lembut angin yang keluar dari pori - pori AC membuat saya lebih lega setelah sebelumnya berhimpitan diatas bus kota. Sebagai bagian dari jutaan pengguna bus kota lainnya, saya merasakan betul tidak nikmatnya berangkat kerja disaat - saat jam ngantor. Berdesak - desakan, berdiri, panas, plus layanan ugal - ugalan dari sopir menambah perasaan tidak nikmat itu begitu mendera. Tapi pilihan saya saat ini adalah menikmati apa yang ada sambil berharap layanan angkutan umum bisa segera berubah wajah. Minimal seperti mobil - mobil transjakarta.

Sudahlah. Sekarang waktunya menikmati kesejukan ruangan kantor. Rekan saya sudah berada didalam ruangan. Bercengkerama dengan komputer yang setia menemani hari - hari kerja kami. Tidak berapa lama, orang - orang kantor sudah mulai berdatangan. Pembicaraan pun mulai ramai dibuka. Tentang safari ramadhan para tokoh politik, tentang artis yang tobat mendadak dan (biasanya) sejenak , tentang terlambat sahur, tentang "ketiduran" abis sholat shubuh dan lain - lain. Hanya sejenak. Kemudian masing - masing menuju ruanganya. Ada yang tilawah, ada yang menuju mushola mungil untuk sholat dhuha, ada yang menyelesaikan tugas - tugas kantor.

Ada tamu yang datang. Sudah janjian dengan salah seorang anggota dewan. Dia berceloteh "wah... disini kayak pesantren". Mungkin yang dia maksud karena sayup - sayup dari dalam ruangan - ruangan terdengar orang yang sedang tilawah Al Quran.

Adzan dhuhur berkumandang dari komputer - komputer. Berduyun - duyun orang - orang keluar dari ruangan dan tidak lama suara gemericik air sudah menggema dari semua kamar mandi dan tempat wudhu.

Disini. Digedung DPR. Ditempat dimana label sarang koruptor sering dialamatkan. Ada mutiara - mutiara yang berkilauan. Mereka yang tetap memegang komitmen sebagai kader dakwah. Mereka yang harus berjibaku untuk tetap bersih ditempat yang kotor. Semoga mutiara - mutiara itu terus berkilauan disetiap tempat hingga gedung ini kelak hanya memiliki satu label yaitu gedung wakil rakyat dalam makna sesungguhnya. Berkhidmat melayani rakyat sebagai perwujudan amanat syariat.

Selasa, 14 Oktober 2008

Diary Ramadhan (2)

Malam - malam pekan pertama ramadhan. Sim salabim... masjid - masjid penuh sesak. Banyak orang - orang berduyun - duyun untuk datang shalat tarawih. Alhamdulillah. Tapi sholat maghrib tadi ga sebanyak jama'ah sholat tarawih. Seolah - olah sholat tarawih lah yang lebih utama daripada sholat maghrib.

Banyak muka - muka baru bermunculan. Beragam motivasi. Beragam tampilan. Beragam kelakuan. Anak - anak kecil masih memainkan drama yang sama. Berteriak dengan kencang ketika imam sudah sampai pada bacaan waladhoolliiin... Aaaaamiiiiiinnn. Sepuasnya. sekencang - kencangnya. Namanya juga anak - anak. Kurang pelajaran. Uupps... Rupanya yang sudah dewasa juga tidak mau kalah. Ikut koornya anak - anak juga. Berteriak Aaaaamiiiiiin. Sepuasnya. Sekencangnya. Kurang ajar. Apa dikiranya Allah itu tuli.

Dramanya anak - anak tidak berhenti disitu. Didekat saya anak - anak juga memainkan yang pernah saya lakonin dulu. Menginjak kaki temanya. Mendorong temanya yang lagi ruku. Menarik kaki temanya yang sedang sujud. Saling menggoda... Uupss. Ternyata ada juga orang dewasa yang terjebak pada kenangan masa kecil. Dia masih juga bercanda dengan teman sebelahnya. Semua pemandangan ini menggelikan. Saya pun melangkahkan kaki pulang. Sudah selesai mengerjakan delapan rakaat. Masih juga ada yang bisik - bisik kalo saya Muhammadiyah. Saya tersenyum saja. Memangnya delapan rakaat cuma milik orang Muhammadiyah saja.

Hari - hari pekan pertama ramadhan. Cuaca jakarta sangat panas. Rasa haus lebih terasa ujianya dibandingkan saat saya menjalani puasa di Malang. Saya berjalan melewati sebuah warteg. Pintunya ditutupi kain. Kaki - kaki bergelantungan. Saya mengintip dari celah kain yang tersingkap. Rupanya sedang sahur. Ini jelas sedang bikin jama'ah baru dengan ajaran baru. Soalnya kalau dalam ajaran islam, sahur di wilayah jakarta ya sebelum shubuh tadi. bukan sesudah shubuh.

Saya naik bus metromini menuju kantor. Kondekturnya berteriak - teriak mencari penumpang. Sesekali mulutnya keluar asap. Ini rupanya anggota jamaah yang sama dengan orang - orang yang makan diwarteg tadi. Masih sahur.

Seorang wanita masuk. Pakaianya minim sekali. ah... mungkin ini juga anggota jamaah yang sama. Jamaah orang - orang yang merugi. Banyak sekali anggotanya. Diterminal, di biskota, dirumah makan, dimana - mana. Orang - orang yang masih memperturutkan hawa nafsunya disaat setan sudah dibelenggu.

Semoga kita bukan termasuk jamaah yang dicirkan oleh rasulullah hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja. Tanpa pahala sedikitpun yang diberikan langsung oleh Allah swt.

Diary Ramadhan (1)

Saat Fajar Ramadhan Menyingsing

Sahabat, waktu terasa cepat berputar. Lebih terasa cepat seiring bertambah usia. Mungkin kamu juga merasakanya. Perasaan baru saja kita masih berlarian menikmati masa kecil, tiba - tiba kita kini telah menjadi manusia yang beranjak dewasa. Baru saja kita melewati puasa ramadhan dan merayakan idul fitri tahun kemarin, tiba - tiba saja ia telah ada dihadapan kita.

Pesan singkat mengetuk pintu inbox telepon genggam. Dan ketika dibuka, yang datang adalah pesan - pesan mengenai ramadhan. Ada pesan meminta maaf, ada pesan yang memberi aba - aba persiapan, ada pesan yang mengingatkan untuk lebih baik dari ramadhan, ada juga doa yang terlantun. Ramai sekali. Sesuatu yang tidak saya temukan ketika saya melewati masa kecil dahulu. Satu sisi putih teknologi komunikasi telah memudahkan kita mensyiarkan cahaya islam.

Budaya saling meminta maaf tumbuh subur sedemikian rupa. Sesuatu yang juga tidak saya temui dimasa - masa yang lalu sebelum email dan sms sedemikian mudah dan murah. Meminta maaf sebelum ramadhan menjelang dilakukan oleh banyak orang dari banyak kalangan. Mulai dari aktivis dakwah sampai para pelaku maksiat. Mulai dari anak - anak hingga orang dewasa. Mula dari pejabat hingga rakyat.

ketika masa kecil dahulu, yang saya temui menjelang ramadhan hanyalah bedugan dan ngariung. Bedugan adalah kebiasaan yang dilakukan untuk menyambut bulan ramadhan. Dilakukan dengan memukul bedug dimasjid berkali - kali. Biasanya dilakukan oleh anak - anak dipagi hari. Memukul bedug ini menjadi penanda bahwa kita akan memasuki bulan puasa. Dipagi hari itupula banyak ayam - ayam dan bebek - bebek tewas bergelimpangan bersimpah darah. Menjadi sembelihan dan diolah untuk dijadikan salah satu menu dalam acara "ngariung" sore harinya. Acara ngariung ini yang dulu paling seru dan paling ditunggu. Dalam acara ngariung, setiap keluarga membawa makanan ke masjid. Makanan yang dibawa kemudian dipisah - pisah dan ditumpuk - tumpuk. Nasi - nasi, sayur, ikan setelah nampak menggunung baru dimulailah acara ngariung. Disana kita berkumpul, berdoa, memohon keberkahan dan bersyukur atas kehadiran bulan ramadhan.

Serunya ngariung adalah ketika makanan mulai dibagikan. Anak - anak kecil yang ikut dalam acara ngariung biasanya berebutan. Yang direbutin apalagi kalau bukan lauk pauk favorit macam ikan ayam. Ada yang tumpuk - tumpukan, tarik menarik ikan ayam, ada yang ampe ngambek - ngambekan. Pokoknya seru aja.

Tapi sekarang serunya acara ngariung mulai berkurang . Soalnya setiap keluarga sekarang telah membagi - bagi makananya dalam beberapa wadah kecil sehingga tidak ada lagi rebutan.

Soal kemeriahan menyambut ramadhan, walaupun telah ada bedugan dan ngariung tetep saja menyambut ramadhan masih kalah meriah dengan penyambutan hari kemerdekaan. Bandingkan saja, ketika peringatan hari kemerdekaan menjelang, persipan dilakukan sedemikian rupa. Merah putih dan umbul - umbul berkibar dimana - mana. Jalan - jalan dibersihkan. Perkantoran bahkan rumah di cat ulang. Para pasukan pengibar bendera berlatih sebulan penuh dibawah terik matahari agar tidak melakukan kesalahan. Lomba - lomba diadakan. Biaya yang dikeluarkan berjuta - juta.

Gimana dengan penyambutan bulan ramadhan? Penyambutan bulan ramadhan yang kita sebut dengan tarhib Ramadhan hanya dilakukan oleh segelintir karyawan. Biasanya dilakukan H - 7 ramadhan. Tragisnya lagi ada yang melakukanya H - 1 ramadhan. Lebih tragisnya lagi semuanya dilakukan dadakan alias kejar tayang sehingga hasilnya pun hambar. Sangat tragisnya lagi program ramadhan berhenti pada penyambutanya saja.

Media massa terutama televisi bahkan menyambut ramadhan dengan gayanya sendiri yaitu mempromosikan sinetron ramadhan atau acara menjelang buka dan sahur. Sedikit sekali yang benar - benar serius untuk mengkondisikan lingkungan sehingga ramadhan terkondisikan bukan sekedar menahan haus dan lapar tetapi juga memperbanyak kuantitas ibadah dan meningkatkan kualitas ibadah.

Lihat bagaimana Rasulullah generasi terbaik dari ummat ini menyambut ramadhan. Rasulullah melakukan ibadah sunnah jauh lebih banyak dan lebih intens ketika ramadhan menjelang bahkan ditingkatkan selama bulan syaban. Para sahabat menyambutnya bukan H - 7 tapi B - 6 yang artinya 6 bulan sebelum ramadhan menjelang. Menyambutnya juga serius. Bukan sekedar mengkondisikan perut tapi juga mengkondisikan ruhiyah. Makanya mereka menjadi insan - insan gemilang setelah ramadhan.

Inilah bedanya generasi yang menjadikan ramadhan sebagai bulan latihan dan generasi yang menjadikan bulan ramadhan sebagai bulan ujian.

Generasi yang menjadikan ramadhan sebagai bulan latihan, ia baru berlatih puasa ketika ramadhan. Berlatih bersedekah di bulan ramadhan. Berlatih kebaikan dibulan ramadhan. Dan berharap harap hasil latihanya berhasil untuk menghadapi ujian selama 11 bulan berikutnya. Ini jelas keliru. Dimana - mana yang namanya waktu belajar atau latihan itu lebih lama dari waktu ujianya. Kalau ada sekolah yang belajar atau latihanya satu bulan terus ujian atau ulangan umumnya selama sebelas bulan, berarti sekolah ini hanya untuk orang - orang yang kurang waras. Para atlit yang dipersiapkan menuju olimpiade latihanya berbulan - bulan bertandingnya paling beberapa kali saja. Wajar jika generasi yang menjadikan ramadhan sebagai bulan latihan, banyak menghilang tidak lama setelah ramadhan usai.

Semoga saja kita bukan termasuk orang - orang yang menjadikan ramadhan sebagai bulan latihan. Yang kemudian menghilang karena menelan kekalahan ketika bertanding dalam waktu yang panjang. Aamin... Ahlan wa sahlan ramadhan.

 

blogger templates | Make Money Online