Kamis, 08 Oktober 2009

Usai akad nikah

Usai sudah akad nikah yang telah membuat hari-hari kemarin berlalu begitu mendebarkan. Saking mendebarkanya, saya menyerah karena sakit ketika mengerjakan UAS salah satu mata kuliah. Hal karena ketidakmampuan mengelola berbagai tekanan-tekanan pikiran yang mampir menjelang pernikahan mulai dari tugas kuliah, ujian akhir semester, amanah organisasi menjelang hajatan pemilu, dan tentu saja mempersiapkan pernikahan itu sendiri.
Tapi alhamdulillah semua sudah berlalu. Berbagai tugas kuliah dan ujian akhir semester sudah dilewati, amanah pun sudah tertunaikan dan yang paling puncak adalah ketika mengucapkan kalimat akad nikah yang mengalir begitu lancar sampai-sampai mertua saya bilang saya seperti sudah menikah saja. Padahal dalam hati saya bilang "Jangankan bapak, wong saya sendiri aja kaget kok bisa selancar itu".
Dibalik kelancaran saya mengucapkan akad nikah, tetap tidak mampu mengusir kekakuan dan sikap salah tingkah karena hadirnya seorang wanita di sebelah saya. Sesekali bahu saya dan istri saya bersentuhan. Dan kami pun reflek saling berjauhan. Orang-orang hanya menertawakan sikap salah tingkah kami dan berujar "Udah nikah kok masih malu-malu..yang mesra dong". Ah, ternyata sedemikian hebatkah gelombang perasaan yang ditimbulkan dari sebuah seremoni berjudul "walimahan".
Dan diatas kursi mempelai segalanya serba canggung. Baru setelah prosesei minta restu dengan orang tua dan keluarga besar, saya dan istri mencuri waktu untuk sholat sunnah. Dan baru kali inilah saya merasakan pesona yang luar biasa saat menjadi imam dari seorang makmum wanita. Hanya berdua. Menjadi hamba yang bersyukur atas limpahan karuniaNya. Mulai dari mengangkat takbir, rukuk hingga sujud berlalu begitu indah. Dan saat saya melantunkan doa di dahinya, segalanya memercikkan keindahan dan kebahagiaan. Air mata pun ikut merayakan keajaiban saat-saat syahdu itu. Seraya mendoakan agar kami menjadi pasangan dakwah yang mampu mencipta keluar sakinah mawaddah wa rahmah. Keluarga yang barokah. Keluarga yang menjadi miniatur keindahan surga. Subhanallah...
Kami keluar kamar dengan rasa prcaya diri baru sebagai sepasang seuami istri yang telah sah dan halal untuk bersentuhan kulit meskipun kekakuan itu masih belum jua sepenuhnya pergi. Kami menerima ucapan selamat dan doa dari tamu yang hadir hingga selesai.
Saat pesta usai, seluruh keluarga saya dan teman-teman pengajian telah pergi. Dan mulailah saya menjadi laki-laki asing di sebuah keuarga baru. Dengan berbagai nilai-nilai yang tentu tidak sama prsis dengan nilai-nilai yang ada dikeluarga saya. Saya merasa kehilangan dan kesepian. Tapi hal ini tentu bukan untuk diratapi lama-lama. Saya harus membiasakan diri menjadi bagian dari keluarga istri. Untunglah istri saya bisa memahami kegalauan yang melanda dan mencoba menjadi tempat curahan hati. Sedikit demi sedikit saya pun mulai lepas dari kegalauan. Mengusirnya dengan ikut membereskan berbagai perlengkapan walimahan. Hujan turun dengan saat deras saat semua sudah dibereskan. Saya menganggapnya sebagai penyempurna keberkahan dari pernikahan ini.
Badan sudah sedemikian lelah. Namun masih ada tamu yang ditunggu. Beberapa teman dari malang hendak datang. Dan ketika mereka datang, kelelahan eranjak pergi meski untuk sementara. Kehadiran mereka membuat saya tidak merasa sendiri. Berbagai cerita pun mulai mengalir. Hingga malam akhirnya menjadi penanda perpisahan.
Kini dikamar ini hanya tinggal saya dan istri. Ditemani oleh rasa lelah dan kantuk. Angin berhembus dengan tenang usai kehadiran hujan yang bergemerisik. Rembulan undur diri dibalik selimut malam. Hanya bintang yang sesekali datang tersenyum. Fabiaayi aalaai rabbikumaa tukadzibaan... ???? berkahi kami illahi rabbi..

Kamis, 28 Mei 2009

Bulir-bulir Cinta Ibu

Saya menahan lelah yang luar biasa. Mendapatkan takdir untuk berdiri dan berdesak-desakan di mikrolet selepas pulang kerja kembali menghampiri saya. badan yang lelah harus ditopang kaki yang juga lelah. Cuaca masih setia dengan panasnya yang menyengat. Ditambah lagi dengan kepulan asap dari kendaraan menambah banyak pembenaran untuk mengeluh. Belum lagi kelakuan para pengendara yang hanya memperdulikan dirinya sendiri-sendiri.
Namun ada pandangan yang menyejukkan. Pandangan yang mengalihkan perhatian saya dari kondisi yang kurang bersahabat. Seorang ibu mengembangkan senyumnya melihat anaknya duduk riang di salah satu tempat duduk bis. Sementara ia membiarkan dirinya berdiri dan berdesak-desakan bersama penumpang lainya. Tanganya berpegangan pada besi yang menempel erat di bawah atap mobil. Tangan yang satunya menjinjing sebuah tas. Sangat indah bukan? Betapa ruang cinta yang sangat luas dihati seorang ibu membuat ia berbahagia ketika anaknya berbahagia. Membuat ia tetap berbahagia ketika harus mengalah. Membuat ia tetap berbahagia dalam kelelahan. Dalam usia yang terus menuju senja. Kebahagiaan yang cukup diwakili lewat lukisan bahagia buah hatinya.
Dibanyak potret seorang ibu. Selalu saja kita mendapatkan titisan-titisan cinta Tuhan. Saat seorang ibu rela memasak meski kerap ia sendiri memakan masakanya paling akhir. Saat seorang ibu membelikan anaknya pakaian yang baru sementara yang ia pakai adalah pakaian yang telah lama. Saat seorang ibu rela mengais rezeki untuk sekolah anak-anaknya sementara ia hanya lulusan sekolah rendahan.
Yah..titisan cinta Tuhan pada diri seorang ibu membuat kita tak mampu membayangkan keindahan dari cinta Tuhan kelak. Membuat kita tak sabar untuk mereguk indahnya cinta Tuhan saat kita mendapatkan anugerah tuk hidup bersama Tuhan di surga. Semoga saya dan juga anda kelak termasuk kedalam golongan orang-orang yang dipeluk dalam hangatnya cinta Tuhan.

Politik Sopir Bajaj

Lelucon klasik tentang bajaj melintas lagi dalam pikiranku ketika menyaksikan riuh rendah jagat perpolitikan tanah air. yang namanya Bajaj itu, klo belok cuma dua yang tahu: sopir bajaj dan Tuhan si sopir. yg laen bakal kesulitan nebak si bajaj bakal ngerem, belok kanan, belok kiri atau tancap gas.
begitu juga sepertinya dengan perpolitikan saat ini dalam menentukan cawapres. Semua lg kesulitan untuk menebak-nebak siapa bakal cawapresnya sby.
Jd jangan heran jika keruwetan "jalan raya politik" kita bakal menimbulkan kemacetan atau terjadi kecelakaan diantara partai-partai politik yang ada.
Bayangkan saja, semua terbingkai dalam kata-kata "semua mungkin terjadi dalam politik". Sama kan dengan kata "semua mungkin terjadi kalau bajaj mau belok". yg keliatan musuhan eh kecium bermesraan dibelakang. yang keliatan bermesraan eh g taunya selingkuh.ah..terus apa bedanya dong semua elit politik negeri ini dengan sopir bajaj?
Seru. Menegangkan. Penuh kejutan. kira-kira itulah yang bakal terus terjadi dalam jagat politik kita. menimpa siapa aja yang punya gen politik dalam dirinya.buat yang g punya gen politik sih masih nyantai-nyantai aja. dengan enteng bisa bilang "mboh, bodo amat, ore weruh,pikir be dewek, sire malah pusing-pusing amat, au ah elap, emang gue pikirin dll". Yang seperti ini nanti ujungnya bilang "siapapun presidenya ga ngaruh apa2.gw masih tetep miskin...(yg laen nyaut "elo kali yg miskin, gw enggak tuh")
oaaaahhhhhh, negeri bajaj.......

Ku Biarkan Cinta Memelukku

Kubiarkan kehadiranya menjajah hatiku. Mencecoki pikiranku dengan setumpuk harapan abadi. Karena aku sudah terlanjur mencintainya. Kan kutempuh setiap lelah hingga aku melewati ujungnya. Kubasuh setiap harapan agar tak kenal lusuh setiap kali rasa pesimis datang bertandang. Karena aku sudah terlanjur mencintainya. Ya, aku telah jatuh cinta padanya.
Ia memang telah datang. Perasaan yang telah bertahun-tahun lamanya menari-nari di pelataran hati. Memainkan mimpi bak ombak yang mempermainkan bulir-bulir pasir putih dipantai. Atau seperti angin yang memainkan sayap-sayap burung camar yang indah. Ah..dia datang dengan sangat indah di pelataran hatiku.
Kubuka jendela mata. Jendela hati. Jendela tangan. Jendela kaki. Jendela pikiran. Jendela setiap bagian tubuh yang memungkinkanku tuk menjelmakan cinta menjadi sebuah gerak nyata. Apalah artinya cinta jika ia tak mampu memberi makna pada sebuah gerak raga.
Dan aku memulainya. Memulai memberi ruh pada cinta yang telah menghampiri. Agar tak ada sesal dikemudian hari. Sebab banyak patah hati bermula pada cinta yang tak bersegera diberi ruh.

(Sebuah ikrar cinta untuk generasi muda di Banten khususnya di Serang Timur. Sekaligus genderang perang terhadap pembodohan, penerbelakangan dan penjajahan)

Nb.
Saya sedang merintis yayasan yang bergerak di bidang pemberdayaan remaja dan pemuda di Serang Timur. Berusaha untuk memperbanyak komunitas-komunitas pengusung perubahan di Banten. Minta dukunganya baik berupa doa, sumbangan pikiran maupun sumbangan dananya. Thanx to "senior di malang" yang udah mempercayakan dananya buat langkah maju gerakan ini.

Selasa, 10 Maret 2009

Dari Maulid Ke Pemilu; Satu Kesempatan Untuk Berubah

Entah sudah berapa kali kita merayakan maulid. Sebuah acara yang digelar untuk memperingati kelahiran pemimpin besar sepanjang sejarah peradaban ummat manusia, Rasulullah Muhammad SAW. Dan kini ketika momentum maulid datang kembali, kita tentu tidak ingin terjebak pada seremonial belaka tanpa mengambil hikmah dari perjalanan hidup Rasulullah.

Mari bercermin pada sosok yang kita peringati kelahiranya. Darimanapun kita mengambil sisinya, yang kita temukan adalah nilai - nilai keteladanan. Nilai – nilai yang hari – hari ini kita rindukan kembali hadir pada diri pemimpin – pemimpin kita. Bahkan kita memimpikanya hadir pada setiap kita.

Pada diri Rasulullah mulia, terhimpun mozaik kehidupan yang begitu mempesona sebagai seorang pemimpin, guru, bapak, suami, sahabat, ekonom, panglima perang, dan menghimpun segala sifat baik yang melekat pada diri manusia. Ia adalah sang pembaharu zaman yang meletakan kembali nilai – nilai kemuliaan seorang manusia disaat masyarakat arab pada waktu itu menyembah berhala yang diam, bisu dan beku.

Sejarah hidupnya tertulis terang bak bintang gemintang bagi para nelayan yang terapung – apung ditengah lautan. Muhammad bin Abdullah namanya. Dia terlahir sebagai anak yatim namun masa mudanya dilalui dengan karya – karya produktif sehingga masyarakat pada waktu itu tak ragu menganugerahkan gelar “Al-Amin” padanya.

Muhammad mengikuti perang Fujar di usia 14 tahun, menjadi penengah konflik peletakan batu hajar aswad yang nyaris menimbulkan perang saudara, menjadi manajer bisnis handal dari sebuah perusahaan global yang dimiliki oleh Khadijah yang kemudian menjadi pendamping hidupnya dalam melalui setiap perjuangan dan pada akhirnya ketika pengalaman hidupnya telah berisi pundi – pundi kebaikan, Allah SWT mempercayakan risalah kenabian padanya menjadi pendiri sekaligus pemimpin peradaban islam yang kemilau kejayaanya terus memancar hingga detik ini.

Disinilah kita bisa mengambil pelajaran bagaimana seorang manusia berproses menjadi seorang pemimpin. Dia menjadi titik pertemuan antara pengakuan dari masyarakat dan keridhoan dari langit. Dan ketika sudah bertemu, maka pantaslah ia memikul amanah besar untuk membebaskan ummat manusia. Menjadi rahmat bagi seluruh semesta alam.

Beginilah laku seorang pemimpin. Ia tidak membangun kepemimpinanya lewat keturunan atau superioritas kekayaan. Ia dibangun dari pondasi kebaikan yang terus tersusun menjadi sebuah bangunan kepribadian yang penuh keteladanan. Ia lahir bukan dengan motif ingin mendapatkan kekayaan atau penghormatan manusia tetapi ia lahir dari sebuah cinta yang tulus untuk mengangkat derajat kemuliaan seorang manusia. Ia juga hadir bukan melalui baleho dan bendera besar bergambar dirinya tapi ia lahir dari pengakuan yang tulus para rakyatnya.

Jika hari – hari ini kita tiba – tiba saja melihat berbagai poster yang berisi penawaran untuk memilih seseorang menjadi wakil rakyat atau menjadi pemimpin kita, kita perlu bertanya pondasi kebaikan apa yang sudah ia bangun. Nilai apa yang dimilikinya hingga kita bisa menitipkan amanah kita padanya. Bagaimana mungkin kita bisa menyerahkan kepemimpinan pada orang yang tidak pernah kita kenal kebaikanya kecuali akhir – akhir ini saja disaat ia membutuhkan suara kita dalam pemilu.

Perayaan maulid kita tahun ini, harus menjadi mata air kesadaran bahwa kesejahteraan akan semakin jauh terwujud manakala kita memberikan amanah pada orang yang salah. Pada orang yang hanya memberi amplop lima tahun sekali. Pada orang yang tersenyum pada kita lima tahun sekali. Pada orang yang berinfak lima tahun sekali. Pada orang – orang seperti ini kita katakan tidak. Tidak akan pernah kita berikan amanah untuk memimpin kita.

Hari – hari ini sungguh kita merindukan sosok pemimpin amanah seperti Rasulullah Muhammad SAW. Lihatlah bagaimana dengan tegas ia katakan “Kalau sekiranya Aisyah binti Muhammad mencuri, saya persilahkan untuk memotong tanganya”. Kita butuh pemimpin adil seperti ini. Pemimpin yang bersikap tegas memberantas korupsi bahkan bersikap lebih tegas jika yang melakukan korupsi itu adalah sanak keluarganya sendiri. Kita merindukan kehadiran pemimpin yang senang jika rakyatnya kenyang, bukan pemimpin yang masih tenang disaat rakyatnya kelaparan.

Maulid harus mampu menjadi jalan perubahan bagi kita. Sebagaimana kehadiran Rasulullah yang mampu membuka jalan perubahan hingga lahir manusia – manusia besar dengan segudang cita-cita besar. Allah SWT berfirman ”Sesungguhnya Allah tidak akan pernah merubah nasib suatu negeri sampai kaum tersebut merubah keadaan mereka”. Tidak ada jalan menuju kesejahteraan sebelum kita membulatkan kemauan dan menggenapkan kemampuan.

Karenanya yang harus kita rubah pertamakali adalah keadaan diri kita sendiri. Berubah dari rakyat yang pasif menjadi rakyat yang aktif dalam perubahan. Berubah dari rakyat yang pragmatis dan masa bodoh, menjadi masyarakat yang penuh kepedulian. Berubah dari masyarakat yang alakadarnya menjadi masyarakat yang professional.

Dan itu dimulai dengan membersihkan diri kita. Membersihkan pikiran kita dari pikiran – pikiran kotor dan sempit. Membersihkan diri dari penghambaan kepada manusia, tahta maupun harta menjadi penghambaan hanya kepada Allah semata. Membersihkan tampilan fisik, baik fisik kita maupun fisik lingkungan kita.

Tidak boleh ada di antara kita yang berputus asa dan mengatakan “tidak mungkin”. Selama matahari terus berputar, maka disitulah harapan senantiasa terbit. Dengan maulid nabi, mari kita kobarkan semangat perubahan. Sungguh, menyalakan lilin jauh lebih baik daripada mencela kegelapan. Dan kita memulainya pada PEMILU kali ini dengan memilih orang-orang yang bersih, peduli dan amanah menjadi wakil dan pemimpin kita.

“Dan katakanlah, “Kebenaran telah datang dan yang bathil telah lenyap”. Sungguh, yang bathil itu pasti lenyap” (Al Israa ayat 81).


Data Diri

Nama : Zuliyanto

TTL : Serang, 16 Juli 1982

Alamat : Jl. Persada Raya No 6, Menteng Dalam, Tebet, Jaksel

Email : camar_97@yahoo.com

Data Akademik

  1. SD Negeri 1 Ciruas, Serang
  2. SLTP Negeri I Cipocok Jaya, Serang
  3. SMU Negeri I Serang
  4. Fakultas Ekonomi, Universitas Brawijaya, Malang
  5. Pascasarjana, Universitas Indonesia

Pengalaman Organisasi

  1. Ketua OSIS SMU Negeri I Serang
  2. Ketua Pramuka SMU Negeri I Serang
  3. Menteri Luar Negeri BEM Unibraw
  4. Pengurus Pusat KAMMI

Kamis, 22 Januari 2009

Bersiap

Sewaktu SMA dulu, saya pernah punya azzam (tekad) untuk menikah dalam usia muda. Semangat empat lima nya waktu itu adalah karena yakin bahwa rezeki semua ditanggung oleh Allah SWT. Azzam itu ternyata harus bersembunyi sementara waktu karena mungkin orang tua belum percaya kalau permintaan saya itu serius.

Saya menuliskan dalam sebuah lembar kertas, bahwa saya akan menikah semester empat. Dan selalu, pertanyaan apakah deklarasi itu sudah menjadi kenyataan atau masih tetap tersimpan dalam lembar kertas dilotarkan ketika saya bertemu dengan teman - teman dekat yang pernah mendengar deklarasi saya untuk menikah muda. Dan jawaban saya hanya sebuah senyuman yang menandakan saya masih tetap bujang 100%.

Satu demi satu justeru teman - teman yang tidak pernah mendeklarasikan menikah muda mengirimkan undangan pernikahanya. Mereka yang menikah justeru bukan dari kalangan aktivis dakwah yang sering melempar isu pernikahan dini. Dan satu demi satu, cerita dari mulut ke mulut soal kedekatan saya dengan seorang wanita hanya menjadi bahan guyonan teman - teman. Dan satu demi satu saya menjawab setiap fitnah yang hinggap dalam kehidupan saya soal teman dekat yang satu ini dengan fakta bahwa yang digosipin dengan saya justeru menikah dengan yang lain.

Rupanya soal menikah itu memang bukan sekedar soal azzam. Tapi soal pembuktian bahwa kita benar - benar mempersiapkan diri secara serius untuk memasukinya. Jadi ada titik temu antara kemauan dan kemampuan.

Waktu terus bergulir dan saya selalu berdoa agar Allah memberikan jalan kepada saya untuk menghimpun kemauan dan kemampuan sehingga menjadi genap dien saya. Jujur saja, ternyata buat saya menghimpun kemauan dan kemampuan ini bukan perkara yang mudah semudah saya membicarakanya.

Teman - teman saya kadang menilai bahwa saya sudah memiliki kecukupan syarat untuk memasuki gerbang pernikahan. Lulus sudah, penghasilan ada meskipun pekerjaan tidak tetap, ikut kelompok pengajian juga udah bertahun - tahun dan muka juga alhamdulillah ga jelek - jelek amat (Setidaknya pernah ada yang menyampaikan demikian).

Namun penilaian orang lain tidaklah sepenting penilaian dari kita terhadap diri kita sendiri. Karena yang akan menikah adalah diri kita sendiri dan bukan orang lain. Rasa percaya diri. Mungkin inilah virus dibanyak para aktivis. Singa jalanan bisa menjadi kucing jika dihadapkan dengan kesiapan untuk menikah. Saya mungkin orang yang lumayan sering jadi narasumber untuk memotivasi teman - teman, untuk berorasi atau untuk presentasi. Tapi ternyata menikah adalah keputusan besar. Karenanya butuh keberanian besar.

Dan titik keberanian itu terkuak di suatu malam. Saat saya telah menjalani kuliah pasca sarjana saya dan bukan di semester empat sebagaimana harapan ketika sekolah dulu. Saat saya telah menelan banyak sekali dorongan untuk menikah. Bukan murni dorongan diri sendiri. Meskipun pada akhirnya keputusan itu ada ditangan diri kita sendiri.

 

blogger templates | Make Money Online