Selasa, 14 Oktober 2008

Diary Ramadhan (1)

Saat Fajar Ramadhan Menyingsing

Sahabat, waktu terasa cepat berputar. Lebih terasa cepat seiring bertambah usia. Mungkin kamu juga merasakanya. Perasaan baru saja kita masih berlarian menikmati masa kecil, tiba - tiba kita kini telah menjadi manusia yang beranjak dewasa. Baru saja kita melewati puasa ramadhan dan merayakan idul fitri tahun kemarin, tiba - tiba saja ia telah ada dihadapan kita.

Pesan singkat mengetuk pintu inbox telepon genggam. Dan ketika dibuka, yang datang adalah pesan - pesan mengenai ramadhan. Ada pesan meminta maaf, ada pesan yang memberi aba - aba persiapan, ada pesan yang mengingatkan untuk lebih baik dari ramadhan, ada juga doa yang terlantun. Ramai sekali. Sesuatu yang tidak saya temukan ketika saya melewati masa kecil dahulu. Satu sisi putih teknologi komunikasi telah memudahkan kita mensyiarkan cahaya islam.

Budaya saling meminta maaf tumbuh subur sedemikian rupa. Sesuatu yang juga tidak saya temui dimasa - masa yang lalu sebelum email dan sms sedemikian mudah dan murah. Meminta maaf sebelum ramadhan menjelang dilakukan oleh banyak orang dari banyak kalangan. Mulai dari aktivis dakwah sampai para pelaku maksiat. Mulai dari anak - anak hingga orang dewasa. Mula dari pejabat hingga rakyat.

ketika masa kecil dahulu, yang saya temui menjelang ramadhan hanyalah bedugan dan ngariung. Bedugan adalah kebiasaan yang dilakukan untuk menyambut bulan ramadhan. Dilakukan dengan memukul bedug dimasjid berkali - kali. Biasanya dilakukan oleh anak - anak dipagi hari. Memukul bedug ini menjadi penanda bahwa kita akan memasuki bulan puasa. Dipagi hari itupula banyak ayam - ayam dan bebek - bebek tewas bergelimpangan bersimpah darah. Menjadi sembelihan dan diolah untuk dijadikan salah satu menu dalam acara "ngariung" sore harinya. Acara ngariung ini yang dulu paling seru dan paling ditunggu. Dalam acara ngariung, setiap keluarga membawa makanan ke masjid. Makanan yang dibawa kemudian dipisah - pisah dan ditumpuk - tumpuk. Nasi - nasi, sayur, ikan setelah nampak menggunung baru dimulailah acara ngariung. Disana kita berkumpul, berdoa, memohon keberkahan dan bersyukur atas kehadiran bulan ramadhan.

Serunya ngariung adalah ketika makanan mulai dibagikan. Anak - anak kecil yang ikut dalam acara ngariung biasanya berebutan. Yang direbutin apalagi kalau bukan lauk pauk favorit macam ikan ayam. Ada yang tumpuk - tumpukan, tarik menarik ikan ayam, ada yang ampe ngambek - ngambekan. Pokoknya seru aja.

Tapi sekarang serunya acara ngariung mulai berkurang . Soalnya setiap keluarga sekarang telah membagi - bagi makananya dalam beberapa wadah kecil sehingga tidak ada lagi rebutan.

Soal kemeriahan menyambut ramadhan, walaupun telah ada bedugan dan ngariung tetep saja menyambut ramadhan masih kalah meriah dengan penyambutan hari kemerdekaan. Bandingkan saja, ketika peringatan hari kemerdekaan menjelang, persipan dilakukan sedemikian rupa. Merah putih dan umbul - umbul berkibar dimana - mana. Jalan - jalan dibersihkan. Perkantoran bahkan rumah di cat ulang. Para pasukan pengibar bendera berlatih sebulan penuh dibawah terik matahari agar tidak melakukan kesalahan. Lomba - lomba diadakan. Biaya yang dikeluarkan berjuta - juta.

Gimana dengan penyambutan bulan ramadhan? Penyambutan bulan ramadhan yang kita sebut dengan tarhib Ramadhan hanya dilakukan oleh segelintir karyawan. Biasanya dilakukan H - 7 ramadhan. Tragisnya lagi ada yang melakukanya H - 1 ramadhan. Lebih tragisnya lagi semuanya dilakukan dadakan alias kejar tayang sehingga hasilnya pun hambar. Sangat tragisnya lagi program ramadhan berhenti pada penyambutanya saja.

Media massa terutama televisi bahkan menyambut ramadhan dengan gayanya sendiri yaitu mempromosikan sinetron ramadhan atau acara menjelang buka dan sahur. Sedikit sekali yang benar - benar serius untuk mengkondisikan lingkungan sehingga ramadhan terkondisikan bukan sekedar menahan haus dan lapar tetapi juga memperbanyak kuantitas ibadah dan meningkatkan kualitas ibadah.

Lihat bagaimana Rasulullah generasi terbaik dari ummat ini menyambut ramadhan. Rasulullah melakukan ibadah sunnah jauh lebih banyak dan lebih intens ketika ramadhan menjelang bahkan ditingkatkan selama bulan syaban. Para sahabat menyambutnya bukan H - 7 tapi B - 6 yang artinya 6 bulan sebelum ramadhan menjelang. Menyambutnya juga serius. Bukan sekedar mengkondisikan perut tapi juga mengkondisikan ruhiyah. Makanya mereka menjadi insan - insan gemilang setelah ramadhan.

Inilah bedanya generasi yang menjadikan ramadhan sebagai bulan latihan dan generasi yang menjadikan bulan ramadhan sebagai bulan ujian.

Generasi yang menjadikan ramadhan sebagai bulan latihan, ia baru berlatih puasa ketika ramadhan. Berlatih bersedekah di bulan ramadhan. Berlatih kebaikan dibulan ramadhan. Dan berharap harap hasil latihanya berhasil untuk menghadapi ujian selama 11 bulan berikutnya. Ini jelas keliru. Dimana - mana yang namanya waktu belajar atau latihan itu lebih lama dari waktu ujianya. Kalau ada sekolah yang belajar atau latihanya satu bulan terus ujian atau ulangan umumnya selama sebelas bulan, berarti sekolah ini hanya untuk orang - orang yang kurang waras. Para atlit yang dipersiapkan menuju olimpiade latihanya berbulan - bulan bertandingnya paling beberapa kali saja. Wajar jika generasi yang menjadikan ramadhan sebagai bulan latihan, banyak menghilang tidak lama setelah ramadhan usai.

Semoga saja kita bukan termasuk orang - orang yang menjadikan ramadhan sebagai bulan latihan. Yang kemudian menghilang karena menelan kekalahan ketika bertanding dalam waktu yang panjang. Aamin... Ahlan wa sahlan ramadhan.

Tidak ada komentar:

 

blogger templates | Make Money Online