Selasa, 16 Desember 2008

Hingga Sepatu Bicara

Jika peluru tak mampu kau muntahkan untuk melawan jelmaan firaun, maka belajarlah dari Muntazer al Zaidi, pemuda Irak yang berani. Usianya hanya terpaut dua tahun lebih tua dari saya ketika saya menuliskan keberanianya. Masih 28 tahun. Tetapi sepasang sepatu miliknya telah melayang kearah presiden negeri adidaya saat ini, George W Bush. Sepasang sepatu yang mungkin akan selalu menghantui tidur nyenyak sang presiden.

Usah kau pakai logika manapun untuk menjelaskan kenekatan "Sang Pelontar Sepatu". Cukup satu logika bahwa cacing pun akan bergeliat ketika di injak. Logika yang dipakai oleh Soekarno ketika menjelaskan perjuangan yang dilakukan oleh rakyat Indonesia.

Sepasang sepatu Muntazer mewakili pesan dari berjuta rakyat muslim diseluruh dunia. Bahkan jutaan ummat manusia dari berbagai suku, agama, ras dan benua manapun. Sebuah pesan damai bahwa Allah Maha Adil. Dan Dia tidak pernah tidur. Bahwa Tuhan akan membalas siapapun yang berbuat dzhalim diatas muka bumi ini.

Ilusi perang melawan terorisme adalah mimpi buruk bagi perdamaian dunia. Tak jelas siapa yang meneror dan siapa yang diteror. Siapa pula yang membutuhkan Amerika disetiap masalah karena selalu saja Amerika membawa masalah baru yang lebih besar.

Maka sepasang sepatu Muntazer adalah teror bagi gembong teroris. dikunjungan terakhirnya sebagai seorang penguasa negeri "Polisi Dunia". Sama seperti kerikil - kerikil yang dilemparkan oleh tangan - tangan mungil bocah - bocah Palestina yang masa depanya direnggut paksa oleh muntahan - muntahan peluru dan bom. Sama seperti tamparan tangan - tangan perempuan Palestina ketika kehormatanya direnggut oleh serdadu - serdadu iblis. Siapa yang menanam angin dia akan menuai badai.

Salam penghormatan dari saya wahai Muntazer. Kau melakukan apa yang tidak bisa saya lakukan.


4 komentar:

Anonim mengatakan...

Saya punya ending tulisan yang berbeda...Mungkin bagus juga...

"Salam penghormatan dari saya wahai Muntazer. Kau melakukan apa yang BELUM bisa saya lakukan, mungkin...suatu hari nanti!!"


Salam
Suaidi Bakhtiar

Bambang Trismawan mengatakan...

perang melawan terorisme adalah perang melawan bayangan. melawan ilusi.

dahulu, perang berarti segala usaha dengan kekerasan untuk menang atas pihak lawan. Ada batas, pusat, atau pemerintahan yang jelas, dan yang kalah ditandai dengan pemindahan kekuasaan.

tapi ketika makna perang telah direnggut dari kamus. ia berubah menjadi metafora, menjadi ilusi.

karena tak ada pusat, tak ada batas. tak ada kekuasaan yang berpindah. semua hanya ilusi.

dan ketika bedil-bedil habis ditembakkan. bom telah habis diluncurkan. dan saat kuburan tak lebih tinggi dari abu dan puing kota, ternyata perang melawan teroris tak jua membawa perdamaian.

ternyata dunia tak jua kunjung aman.

admin mengatakan...

Hemmm... kalo antum jadi mahasiswa ya mana bisa menembus barikade tapi kalo jadi wartawan kayak muntazer jadi punya alibi meliput, apalgi kalo melemparnya waktu mo naik pesawat di helipad. pasti sepatunya ikut masuk museumnya AS hehe....

Zagalo Nanda Mardani mengatakan...

kapan-kapan kalau jadi wartawan, sepatunya dipasangin bom, jadi bukan hanya mobil saja yang bisa meledak, sepatu juga bisa bunuh diri

 

blogger templates | Make Money Online