Rabu, 10 Desember 2008

Mengapa Kita Harus Bersatu

Mengapa kita harus terintegrasi dalam negara Kesatuan Republik Indonesia? Pertanyaan ini sangat menarik juga menggelitik. Bukan hanya karena pertanyaan ini muncul setelah kita memproklamasikan diri sebagai sebuah negara bernama Republik Indonesia yang telah melewati 63 tahun kemerdekaanya. Namun juga karena pada kenyataanya setelah 63 tahun merdeka, cita – cita nasional kita sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945 tidak jua tercapai. Sederhananya, jika kita tidak mampu mencapai cita – cita kita dengan sebuah kendaraan bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia, lalu untuk apalagi kita bersama dalam kendaraan besar ini?


Mitos Persatuan

Konon katanya, sebagai sebuah bangsa dan sebuah negara kita telah diikat dalam sebuah tali persatuan yang terbuat dari perasaan senasib dan seperjuangan. Kita telah tertulis dalam sebuah sejarah sebagai masyarakat yang sama – sama mengalami penderitaan akibat penjajahan yang dilakukan oleh Belanda selama kurang lebih tiga setengah abad lamanya ditambah penjajahan yang dilakukan oleh Jepang selama tiga setengah tahun.


Perasaan menderita akibat penjajahan ini kemudian melahirkan sebuah energi besar untuk sama – sama berjuang melepaskan diri dari situasi penjajahan. Terangkailah kemudian usaha – usaha perjuangan bersama ini lewat peristiwa sumpah pemuda yang menasbihkan diri kita sebagai sebuah masyarakat yang tergabung dalam satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa persatuan yaitu Indonesia. Lalu kemudian pada tanggal 17 Agustus 1945 kita memproklamirkan kemerdekaan kita.


Agresi militer Belanda 1 dan agresi militer Belanda 2, justeru semakin mengentalkan semangat persatuan diantara Bangsa Indonesia. Dan tercatatlah kita dalam sejarah sebagai bangsa yang mampu bertahan ditengah berbagai situasi nasional seperti PKI, Reformasi dan Krisis ekonomi juga peristiwa lainya disaat negara besar bernama Uni Soviet dan Yugoslavia pecah berkeping – keping menjadi negara yang lebih kecil. Lalu benarkah jika selama ini kita terikat dan terintegrasi dalam NKRI karena perasaan senasib dan sepenanggungan?


Reformasi dan generasi Baru Indonesia

Reformasi mungkin menjadi titik tolak yang sangat penting untuk melihat kondisi Indonesia hari ini. Reformasi yang ditandai dengan runtuhnya rezim pemerintahan orde baru yang sentralistik membawa Indonesia dalam situasi tanpa skenario. Perasaan terkungkung dalam pemerintahan yang sentralistik menghasilkan keinginan kuat untuk terjadinya desentralisasi pemerintahan lewat format otonomi daerah. Pancasila yang selama ini – suka tidak suka, menjadi perekat telah mengalami desakralisasi. Kekuatan eksekutif yang selama ini cenderung lebih kuat dari parlemen, mengalami pelunturan – pelunturan sehingga meskipun negeri ini berbentuk presidensial namun faktanya justeru beraroma parlementer.


Angin kebebasan yang dihembuskan dari momentum reformasi juga menghasilkan masyarakat yang bisa bertindak atas nama reformasi. Negara disatu sisi menjadi begitu sangat lemah sementara rakyat merasa sangat kuat. Kemudian kita menemukan masyarakat menjadi sangat individualistis dan mudah berkonflik. Liat saja bagaimana mengerikanya tawuran antar suporter sepakbola, demonstran dengan polisi atau tawuran antar mahasiswa yang terkadang disebabkan oleh permasalahan yang sepele namun tidak bagi pihak – pihak yang berkonflik. Lalu dimanakah ikatan satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa kita?


Mencari Dasar Integrasi

Jika selama ini kita dibentuk dan diikat dalam satu nasib dan musuh bersama, masih manjurkah ramuan itu sekarang? Jika memang kita satu nasib, mengapa yang kaya begitu mencolok mata sementara yang miskin semakin kasat mata. Jika memang kita memerlukan musuh bersama, siapakah musuh bersama itu?


Satu nasib dan musuh bersama menurut saya masih relevan mengingat saat ini kita sama – sama berada hidup dinegeri yang kaya namun negaranya miskin. Jadi pertanyaan hari ini sebenarnya bukan mengapa kita bersama tapi dengan apa kita bisa bersama? Siapakah yang berhak mengkondisikan dan membawa rakyat dalam perasaan satu nasib dan satu musuh? Yang memastikan rakyat tahu bahwa musuh kita hari ini adalah kemiskinan dan kebodohan. Jawabanya adalah pemimpin yang kuat dan hukum yang tegak. Pemimpin yang kuat dan hukum yang tegak akan menghasilkan negara yang kuat. Tanpa adanya pemimpin dan hukum yang kuat sepertinya kita akan terus berlama – lama dalam ikatan yang rapuh. Karenanya integrasi nasional Indonesia dalam era globalisasi menurut saya sangat diperlukan karena jika kita mengalami disintegrasi kita membutuhkan energi yang cukup besar untuk bertahan dalam percaturan dunia disaat negara – negara lain justeru telah memulai pembangunan. Kita membutuhkan stabilitas untuk membangun.

Tidak ada komentar:

 

blogger templates | Make Money Online