Rabu, 10 Desember 2008

Masyarakat Madani dan Kesejahteraan Indonesia

Pendahuluan
Selama 32 tahun rezim orde baru berkuasa, kekuatan negara yang begitu kuat telah memandulkan kekuatan masyarakat. Jargon pembangunan yang menjadi brand image orde baru, justeru menghasilkan kegelisahan – kegelisahan dikalangan masyarakat yang sebelumnya banyak terbuai dengan pertumbuhan ekonomi yang selalu positif. Masyarakat yang gelisah kemudian melahirkan letupan – letupan di beberapa masa. Peristiwa Malari yang dipicu atas irasionalnya penanaman modal asing di Indonesia, mewakili kegelisahan masyarakat tersebut. Kita kembali menyaksikan letupan terbesar satu dasawarsa terakhir lewat peristiwa Reformasi 1998.

Langkah strategis orde baru lewat paradigma pembangunanya yang menekankan orientasi pada pertumbuhan (growth) tanpa melakukan pemerataan (distribution), telah melahirkan dua kelompok yang oleh Khatimi Bahri (1999:56) disebut sebagi dualisme pertumbuhan. Kelompok tersebut yaitu kelompok ekonomi kuat (konglomerat) dan kelompok ekonomi lemah. Statistik pertumbuhannya menunjukkan bahwa dalam jumlah yang sangat kecil yaitu 6 persen dari sekitar 200 juta orang penduduk Indonesia, ternyata mampu menguasai 86 persen pangsa pasar Indonesia yang berarti hanya 14 persen yang dikuasai oleh pengusaha kecil.

Ketimpangan yang begitu mencolok antara para konglomerat dengan sebagian besar rakyat Indonesia, tidak semata – mata disebabkan oleh paradigma pembangunan namun juga turut ditunjang oleh terjadinya sentralisasi kekuasaan ditangan presiden yang cenderung menciptakan otoritarianisme. Kontrol masyarakat begitu lemah sehingga penguasa begitu leluasa memainkan perannya yang begitu luas dan memberikan peluang suburnya praktik – praktik kerupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Praktik – praktik kotor yang sedemikian parah kembali memberi jalan sejarah terjadinya letupan – letupan ditengah masyarakat yang melhirkan gelombang reformasi 98.

Gerakan Reformasi yang dimotori oleh mahasiswa berujung pada peletakan jabatan presiden oleh Soeharto yang menandai runtuhnya kekuasaan rezim orde baru secara de facto. Peristiwa peletakan jabatan presiden Soeharto yang tidak disangka – sangka, memberikan harapan terjadinya hubungan yang lebih adil antara masyarakat dan negara.

Pasca Reformasi, pekerjaan rumah yang sangat besar telah menanti. Sanggupkah reformasi menjadi jalan bagi terwujudnya kesejahteraan masyarakat Indonesia sebagaimana cita – cita dan semangat kemrdekaan. Dan kini, menjelang satu dasawarsa reformasi, kita perlu kembali berupaya lebih keras untuk mengoptimalkan masyarakat madani sebagaimana yang dulu pernah kita harapkan untuk mewujudkan kesejateraan masyarakat Indonesia karena faktanya kita belum sejahtera.

Konsep Masyarakat Madani
Masyarakat madani lebih populer di Indonesia untuk menerjemahkan istilah Civil Society. Istilah tersebut juga merupakan padanan lain yang sering digunakan untuk masyarakat warga, masyarakat beradab, masyarakat kota, masyarakat sipil dan masyarakat berbudaya. Secara sosiologis, jika merujuk pada istilah society dalam bahasa Indonesia berarti masyarakat.

Istilah masyarakat madani merujuk pada pada kota Madinah, sebuah kota yang sebelumnya bernama yatsrib di wilayah Arab, dimana masyarakat tersebut hidup dibawah kepemimpinan nabi Muhammad dan membangun sebuah peradaban yang tinggi pada zamannya. Menurut Nurkholis Majid, kata "Madinah" berasal dari bahasa arab "madaniyah", yang berarti peradaban. Karena itu masyarakat madani berasosiasi dengan "Masyarakat beradab". Dalam pengertian lain, "Madinah" juga dapat diterjemahkan sebagai kota yang berarti masyarakat madani berarti masyarakat kota.

Pandangan lain mengenai Civil Society mengemukakan bahwa sejarah konsep masyarakat madani berasal dari tradisi pemikiran barat dimana konsep ini pertama kali lahir sejak zaman Yunani kuno. Cohen dan Arato mengungkapkan bahwa versi awal konsep ini sebenarnya dari Aristoteles ketika mengungkapkan istilah Politike Koinonia – dalam bahasa latin Societas Civilis – yang berarti masyarakat politik / komunitas politik. Istilah tersebut digunakan oleh Aristoteles untuk menggambarkan sebuah masyarakat politik dan etis dimana warga negara didalmanya berkedudukan sama dimata hukum.

Konsep Aristoteles kemudian dikembangkan dengan sangat kuat oleh Cicero yang mengenalkan istilah societas civilis. Pada abad pertengahan, konsep tersebut kemudian dikembangkan antara lain oleh Thomas Aquinas yang memahaminya dalam makna yang merujuk pad akonsep negara kota (city state). Melalui pemikiran Otto Bruner, konsep ini digambarkan sebagai sesuatu yang merujuk pada dualisme, bukan antara state dan society melainkan antara raja dan rakyat. Thomas Hobes dalam karyanya berjudul Leviathan (1651), memahami civil / poltical society sebagai ide normatif mengenai kebebasan dan persamaan warga negara sebagai kesatuan politik.
Menurut Cohen dan Arato, munculnya berbagai versi pemikiran yang berbeda mengenai masyarakat madani, pada dasarnya dapat dilihat dari tiga domain yaitu: (1) hubungan domain masyarakat madani dengan masyarakat politik; (2) hubungan masyarakat politik dengan masyarakat ekonomi: (3) hubungan masyarakat madani dengan masyarakat ekonomi.

Henningsen berpendapat bahwa masyarakat madani pada dasarnya identik dengan ruang publik (public sphere) dalam masyarakat modern yang berfungsi dengan baik. Dengan demikian, dihadapkannya domain negara dan masyarakat madani secara kontradiktif tidak lagi relevan.

Menurut Gellner, masyarakat madani merupakan sekelompok institusi / lembaga dan asosiasi yang cukup kuat mencegah tirani politik baik oleh Negara maupun komunal / komunitas. Ciri lainya yang menonjol adalah adanya kebebasan individu di dalamnya ; di mana sebagai sebuah asosiasi dan institusi, ia dapat dimasuki serta ditinggalkan oleh individu dengan bebas.

Di Indonesia, gagasan mengenai masyarakat madani mulai hangat dibicarakan sebagai imbas dari perubahan politik di Eropa Timur. Pembicaraan mengenai gagasan masyarakat madani menandakan bahwa di Indonesia mulai tumbuh kesadaran yang kuat untuk mengembangkan model gerakan sosial yang bersifat madani.

Menurut Ryaas Rasyid, relevansi masyarakat madani untuk Indonesia adalah didasarkan alasan bahwa karena kita juga memiliki keinginan membangun masyarakat yang mampu berkreasi secara maksimal, dan lebih dari itu membangun masayarakat yang menyerap nilai-nilai demokrasi secara konstruksi melalui mana dapat diharapkan suatu sistem politik dan pemerintahan yang lebih demokratis dari waktu ke waktu.

Menurut Dawam, pengertian tentang masyarakat madani mengacu kepada suatu integrasi umat atau masyarakat ( Surah Ali-Imran : 103, al-baqarah 104 dan 110 ) yang mengandung tiga hal yaitu agama sebagai sumbernya, peradaban sebagai prosesnya, dan masyarakat kota atau perkumpulan sebagai hasilnya.

Negara Kesejahteraan dan neo Konservatif Anti – statisme
Konsep Negara kesejahteraan (welfare State) merujuk pemikiran bahwa antara kehidupan politik dan ekonomi tidak dapat di pisahkan secara sendiri-sendiri, karena itu untuk mencapai kesejahteraan social yang sekaligus berarti kestabilan politik, maka diperlukan keterlibatan Negara untuk mengatur kegiatan dalam kedua bidang tersebut berdasarkan prinsip perlindungan terhadap kelas dan kelompok sosial yang lemah secara ekonomi. Jadi, Negara dapat mengintervensi kehidupan politik atas nama kepentingan umum-suatu pemikiran yang antara lain melahirkan bentuk korporatisme Negara.

Penguatan Masyarakat Madani Di Indonesia
Dari sisi historis, gagasan masyarakat madani lahir sejak awal kemerdekaan negeri ini. Lahirnya gerakan – gerakan perlawanan sosial terhadap struktur otoritarian kolonialisme, merupakan bukti bahwa masyarakat madani bukan barang baru dalam sejarah Indonesia.

Perlawanan terhadap kuatnya dominasi negara kemudian terulang pada tahun 1998 dimana masyarakat menumbangkan rezim orde baru yang telah berkuasa selama 32 tahun dibawah kepemimpinan Soeharto. Proses keruntuhan rezim orde baru banyak diwarnai oleh kehadiran kelompok – kelompok masyarakat madani yang melakukan perlawanan dan tekanan terhadap negara. Gerakan mahasiswa pada waktu itu merupakan representasi kebangkitan masyarakat madani yang eksplosif, aktor terdepan yang berperan sebagai ujung tombak perubahan sejarah tersebut.

Dibawah kekuasaan rezim orde baru, potensi kekuatan masyarakat madani berhasil dilemahkan melalu berbagai bentuk represi, teror dan kooptasi. Dalam berbagai sektor kehidupan politik, partisipasi masyarakat untuk ikut menentukan kebijakan negara yang menyangkut nasib mereka amat dibatasi. Dalam konteks demokrasi, kekuatan politik masyarakat madani hanya menjadi alat pengabsahan kekuatan rezim yang dalam berbagai pemilu telah direkayasa pemenangnya.

Sepanjang rezim orde baru berkuasa, program pembangunan menempatkan pembangunan ekonomi sebagai prioritas utama, sementara stabilitas politik dan keamanan dijadikan sebagai syarat penunjang. Salah satu tujuan penting orde baru adalah menciptakan masyarakat yang merasa aman dan mengejar kemajuan pembangunan dalam iklim stabilitas.

Pandangan pembangunan yang mementingkan stabilitas tersebut melahirkan pembangunan format politik orde baru yang diarahkan pada pembentukan model negara yang kuat (strong state). Kekuatan – kekuatan masyarakat madani dikooptasi melalui perwakilan kepentingan secara sistematis melalui wadah – wadah seperti PWI, SPSI KNPI dan sebagainya. Dengan kooptasi ini, pemerintah orde baru memiliki kekuasaan yang besar untuk mengendalikan kelompok masyarakat. Wadah – wadah sosial dan politik yang lahir berdasarkan inisiatif masyarakat dan berusaha memperjuangkan otonomi dalam aktivitas mereka dibatasi ruang geraknya bahkan dihambat pertumbuhannya.

Adi Suryadi Culla menilai bahwa rezim orde baru telah mengkhianati nilai – nilai demokrasi dengan melakukan empat hal. Pertama, seluruh organisasi sosial dan politik dikontrol secara ketat melalui sejumlah regulasi sehingga membuat mereka tidak mungkin menjadi ancaman berbahaya bagi negara. Kedua, dalam upaya memobilisasi konflik – konflik politik dan ideologi, negara menjadikan ideologi pancasila sebagai basis diskursus politik untuk mendapatkan konsensus melalui hegemoni ideologi. Ketiga, negara memantapkan peran militer dengan fungsinya sebagai penyangga utama kekuasaan negara bekerjasama dengan teknokrat dan birokrat sipil. Keempat, dominasi lembaga kepresidenan yang berada ditangan Soeharto.

Secara universal, nilai – nilai masyarakat madani merupakan sebuah aspirasi kebebasan yang bergejolak didalm diri seluruh ummat manusia. Tidak akan ada yang dapat membendung jika kesadaran itu telah menuju titik akumulatif. Berbagai tekanan yang bertemu dengan kesadaran politik pada akhirnya akan mendorong lahirnya gelombang tuntutan perubahan.

Pertemuan antara tekanan politik dan kesadaran politik telah menjadi harapan bagi Indonesia untuk mewujudkan masyarakat madani yang diharapkan menjadi jalan terwujudnya kesejahteraan Indonesia.

Masyarakat Madani dan Cita – cita Kesejahteraan
Setelah jalan mewujudkan masyarakat madani terbuka, tugas berikutnya yaitu mengoptimalkan masyarakat madani tersebut untuk mencapai kesejahteraan sebagaimana amanat konstitusi Indonesia.

Ryaas Rasyid mengemukakan bahwa untuk membangun pemerintahan yang demokratis atau mengakhiri dominasi sistem otoriter perlu terlebih dahulu dibangun masyarakat madani. Asumsi ini berpijak pada keyakinan bahwa hanya dengan melalui penciptaan masyarakat madani maka peluang bagi munculnya otoritarianisme dapat dicegah dan kemungkinan meledaknya revolusi sosial dapat dicegah.

Soeseno mengemukakan bahwa terwujudnya masyarakat madani sebagian berjalan dengan sendirinya, tetapi sebagian juga tergantung pada keputusan – keputusan politik ditingkat struktural. Karena itu perlu penciptaan kondisi yang kondusif meliputi pertama, deregulasi ekonomi yang mengarah pada penghapusan hal – hal seperti kartel, monopoli, dominasi dan sistem koneksi atas prestasi ekonomi. Kedua, keterbukaan politik. Ketiga, perwujudan negara hukum secara efektif termasuk jaminan hak – hak asasi manusia didalamnya.

Pengaruh negara yang begitu kuat terhadap masyarakat selama puluhan tahun telah melemahkan kekuatan masyarakat madani yang ditandai dengan ketergantungan masyarakat terhadap negara.

Dalam konteks upaya membangun masyarakat mandiri, gagasan masyarakat madani menurut A. S Hikam tidak dapat dipisahkan dengan demokratisasi sebab salah satu syarat penting bagi demokrasi adalah berkembangnya partisipasi masyarakat sebagai karakteristik masyarakat madani. Karenanya terbentuknya ruang – ruang publik sebagai sangat diperlukan untuk mengimbangi kekuatan negara.

Berbagai ruang publik yang tumbuh subur pasca tumbangnya kekuasaan rezim orde baru melalu momentum reformasi 98, harus menjadi titik balik untuk menciptakan keseimbangan antara domain negara dan domain lainnya dimana masyarakat madani menjadi balancing force maupun moral force ditengah – tengahnya sehingga terjadi hubungan yang sinergis dalam sebuah usaha bersama untuk kehidupan yang lebih baik.

Upaya untuk mengoptimalkan masyarakat madani menjadi sebuah kebutuhan mengingat pilihan yang telah kita ambil untuk keluar dari tekanan rezim orde baru adalah agar kehidupan masyarakat menjadi lebih baik dan lebih sejahtera. ada beberapa syarat yang perlu dipenuhi. Pertama, perubahan politik secara struktural. Berbagai hambatan yang mengebiri demokrasi harus dihapus. Berbagai bentuk penataan politik yang dilakukan melalui perubahan dan penyusunan perundang – undangan baru harus diarahkan untuk menjamin terbentuknya pemerintahan yang transparan dan menjamin berkembangnya masyarakat yang demokratis dan mandiri.

Kedua, perubahan politik secara kultural. Ketertekanan yang dirasakan oleh masyarakat selama puluhan tahun, telah mengkondisikan masyarakat menjadi sangat tergantung kepada negara. Namun pendidikan yang telah berkembang luas turut mengembangkan masyarakat yang kian rasional. Peran negara yang kondusif juga berpengaruh positif terhadap peningkatan kesadaran politik rakyat dalam mengartikulasikan hak – hak politik dan kemandirian sebagai warga negara.

Ketiga, masyarakat madani memerlukan modal ekonomi mandiri yang memungkinkan mereka memiliki bargainning potition dan pengaruh politik yang kuat dalam interaksi dengan negara, atau kesulitan dalam menunjukkan eksistensinya. Dalam hal ini, pemberdayaan ekonomi merupakan syarat yang harus dipenuhi agar tebangun masyarakat madani yang kuat.

Keempat, perlunya kesadaran politik untuk menjaga kohesi sosial dan integrasi politik dikalangan elemen – elemen masyarakat madani. Setelah keruntuhan sistem totaliter, terdapat ancaman kehancuran sendi – sendi nasionalisme: persatuan, toleransi dan saling menghargai antar kelompok yang berbeda.

Upaya tersebut dapat dimulai dengan melakukan pelibatan partisipasi masyarakat secara luas dalam pembangunan. Paradigma yang perlu kita bangun dalam mengoptimalkan masyarakat madani tersebut yaitu:
1. Masyarakat memiliki daya dan upaya untuk membangun kehidupannya sendiri
2. Masyarakat memiliki pengetahuan dan kearifan tersendiri dalam menjalani kehidupannya secara alami
3. Upaya pembangunan masyarakat akan efektif apabila melibatkan secara aktif seluruh komponen masyarakat sebagai pelaku sekaligus penikmat pembangunan
4. Masyarakat memiliki kemampuan membagi diri sedemikian rupa dalam peran – peran pembangunan mereka.


Dalam prakteknya, optimalisasi masyarakat madani dapat dilakukan dengan jalan sebagai berikut:
1. Menggunakan pendekatan partisipatif
Masyarakat harus ditempatkan sebagai subjek utama pembangunan. Partisipasi dari masyarakat akan menumbuhkan rasa saling memiliki dan menjaga setiap upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Partisipasi memungkinkan terciptanya program tepat guna dan tepat sasaran sehingga upaya peningkatan kesejahteraan dapat lebih efektif dan efisien.
2. Pendampingan yang intensif dan berkelanjutan
Masyarakat yang telah terlibat secara aktif dalam program peningkatan kesejahteraan, harus mendapatkan pendampingan secara intensif dan berkelanjutan agar tercipta pendidikan yang dialogis antara masyarakat dengan fasilitator (pendamping).
3. Mengembangkan media komunikasi yang murah, mudah dan bisa dimanfaatkan
Media komunikasi yang murah dan mudah, memungkinkan masyarakat dapat membagi dan menyelesaikan masalah yang mereka hadapi dengan lebih cepat. Setiap orang memiliki akses untuk mencari dan memberi solusi bagi setiap masalah yang dihadapi oleh masyarakat lainnya.
4. Mengutamakan potensi masyarakat setempat.
Kemandirian masyarakat yang dicita – citakan oleh masyarakat madani, nilai – nilainya sesungguhnya telah tertanam dalam masyarakat. Pembangunan harus berangkat dari apa yang ada dan dimiliki oleh masyarakat. Masyarakat harus dikenalkan dengan potensi sumber daya yang mereka miliki dan mengetahui cara untuk mengoptimalkan sumber daya tersebut sehingga mereka pula yang akan menikmati hasil kerja mereka. Dengan demikian kesejahteraan dapat tercipta ditengah – tengah mereka terlebih dahulu dan bukan tercipta ditempat lain.


Penutup
Kesimpulan
1. Istilah masyarakat madani merupakan terjemahan lain dari civil society. Padanan kata yang lain yaitu masyarakat warga, masyarakat kewargaan, masyarakat sipil, masyarakat beradab atau masyarakat berbudaya.
2. Masyarakat madani kerap diposisikan secara kontradiktif dengan negara. Terdapat tiga perspektif dalam memandang posisi masyarakat dengan negara. Pertama, posisi negara mengungguli masyarakat madani. Kedua, melihat adanya otonomi masyarakat madani yang dapat diperjuangkan untuk mengimbangi kekuasaan negara. Ketiga, melihat hubungan fungsional antara negara dan masyarakat madani.
3. Gagasan masyarakat madani secara historis telah muncul ketika zaman kemerdekaan. Gagasan ini kembali hangat menjelang reformasi 98 dan tumbuh subur dalam prakteknya setelah kekuasaan rezim orde baru runtuh.
4. Otoritarianisme yang terbentuk selama rezim orde baru berkuasa dengan paradigma pembangunanya, telah melemahkan kekuatan masyarakat madani, menguatkan peran negara dan menghasilkan ketergantungan masyarakat terhadap negara.
5. Momentum reformasi telah membuka ruang partisipasi publik yang lebih luas bagi masyarakat untuk mengembangkan dirinya guna mencapai kesejahteraan. Proses penguatan masyarakat madani terus berlangsung di Indonesia namun perlu terus dioptimalkan sehingga Indonesia tidak lagi set back dan kesejahteraan dapat terwujud
6. Dalam mewujudkan kesejahteraan, masyarakat harus ditempatkan sebagai subjek pembangunan yang memungkinkan mereka dapat berpartisipasi dalam pembangunan dan mengoptimalkan potensi dan sumber daya yang mereka miliki.



DAFTAR PUSTAKA

Culla, Adi Suryadi, "Masyarakat Madani; pemikiran, teori dan relevansinya dengan cita – cita reformasi", Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002

Gellner. Ernest, “Condition of Liberty, Civil Society and Its Rivals ( Terjemahan : Membangun Masyarakat Sipil, Prasyarat Menuju Kebebasan )” , Bandung : Mizan, 1995.

Rasyid. Ryaas, “Perkembangan Pemikiran Tentang Masyarakat Kewargaan ( Tinjauan Teoritik)” , dalam Jurnal Ilmu Politik, Jakarta : AIPI dan Gramedia Pustaka Utama, 1997.


Rahardjo. Dawam, “Agama dan Masyarakat Madani ” , Jakarta : LSAF kerjasama Kompas dan paramadina, 1996.

Wicaksono, Achmad Wazir, "Pengalaman Belajar", Bogor: Yayasan Puter, 2001

*)Tugas Kuliah neh.. ampe cenut2.

Tidak ada komentar:

 

blogger templates | Make Money Online