Minggu, 15 Juni 2008

Catatan Perjalanan

Mendung menghiasi langit Serang. Bergelayut manja diatas lapangan tempat kami menyiapkan tempat untuk mengenalkan senam nusantara. Ada tujuh kecamatan yang menjadi sasaran kami yang juga merupakan medan perjuangan dalam PEMILU 2009. Kali ini kami memusatkan kegiatanya di alun - alun Kecamatan Petir, karena sebelum senam kami akan mengadakan Mabit.
Beberapa remaja sudah berada ditengah lapangan saat saya tiba. Hanya beberapa yang saya kenal. Mereka adalah karyawan pabrik yang akan bekerja nanti malam. Jadi mereka akan absen dala acara mabit dan senam. Hal seperti inilah yang sering membuat saya bangga sekaligus malu dengan rekan - rekan yang bekerja sebagai karyawan pabrik. Mereka selalu mencari celah untuk tetap bisa berkontribusi. Rekan - rekan mereka seprofesi malam nanti pasti hadir selepas bekerja sebagaimana selama ini terjadi.
Berbekal satu buah alat pemotong rumput dan beberapa arit, satu persatu rumput - rumput gondrong yang selama ini berkuasa diatas lapangan, menjadi korban. Kami tertawa, bercanda, bercerita sambil memakamkan rumput - rumput yang telah menjadi korban. Sebagian yang lain memasang bendera dan memanjat tiang listrik untuk memasang spanduk. alun - alun yang letaknya tepat didepan pasar, membuat berpasang - pasang mata melirik aktivitas yang kami lakukan. Mereka mungkin ada yang bertanya mau ada apa dan sebagian yang lain mungkin bertanya kami siapa sebab kami bukan penduduk wilayah situ. Tapi dari logo yang tertempel di kain putih, kiranya mereka sudah paham kami siapa. Mungkin yang tidak diduga adalah kami masih muda - muda bahkan sebagian masih lengkap dengan seragam SMA nya.
Jika dibandingkan dengan luasnya wilayah yang harus kami beri sentuhan keadilan dan kesejahteraan, maka jumlah orang yang menyentuh wilayah ini masih sangat sedikit. Beberapa diantaranya bahkan "subsidi" dari wilayah lain. Kebanyakan yang berjuang diwilayah ini adalah guru dan pengasuh pondok pesantren, jadi wajar jika anak sekolahan dan santri pun kerap terlihat aktif bersama kami. Ini peluang dan tantangan yang cukup menantang buat kami.
Belum lagi kondisi wilayah ini masih cukup bikin dag dig dug. Konon kabarnya, beberapa motor masih sering berpindah tangan dengan waktu singkat karena di begal ditengah jalan. Bahkan dari cerita seorang ibu, baru - baru saja seorang pencari barang rongsokan ditodong jam 8 pagi. Belum lagi dengan kasus ditemukanya dua orang siswi SD yang meninggal dibunuh. tapi cerita - cerita dag dig dug itu terkadang dianggap angin lalu aja bagi teman - teman yang asli daerah tersebut. Hanya menjadi cerita biasa. Sekedar alarm buat yang lainya. Menurut saya, wajar saja jika masih rawan begal mem begal motor, jarak antar rumah masih dipisahkan sawah - sawah atau lahan kosong. Namun jika melihat pergerakan perumahan, kerawanan itu sepertinya akan cepat sirna. Beberapa pondasi rumah mulai dikerjakan, pom bensin akan dibangun dan beberapa supermarket sudah berdiri.
Hujan mulai mengguyur setelah adzan dhuhur berkumandang beberapa waktu yang lalu. Motor harus terus dipacu untuk mengantarkan saya sampai dirumah. Butiran - butiran hujan yang lembut berubah menjadi sangat menyakitkan ketika menyapa wajah yang tidak terlindungi. Godaan tidak sekedar datang dari butir hujan tapi juga dari jalanan yang sedang tersenyum menganga. Tidak ada kesempatan untuk menepi sebab sore hari kami sudah harus berkumpul lagi.
Jalanan berubah menjadi cokelat. Tanah liat yang sudah diguyur dengan air hujan lengket dimana - mana. Bahkan motor pun menjadi sulit ditebak arah luncurnya. Gelap datang lebih awal sebelum malam.
Satu per satu para peserta mulai berdatangan. Memenuhi rumah yang menjadi markas perjuangan. Jam sudah lewat dari angka delapan saat kami memulai acara. Sebelum materi diberikan, terlebih dulu dipaparkan mengenai berbagai perkembangan nasional oleh seorang al akh. Setelah itu disampaikan materi oleh seorang ustadz yang merintis dakwah diwilayah ini. Orangnya sangat nyentrik, lucu dan energik. Kali ini materinya tentang Hadis Arbain yang ke 50. Jika disingkat, materinya adalah tentang bagaimana kita menjalani kehidupan ini dengan berbahagia. Menurut beliau, sumber masalah adalah "Memikirkan apa yang tidak perlu dipikirkan dan mengerjakan apa yang tidak perlu dikerjakan". Hal inilah yang membuat hidup penuh tekanan, stress dan mudah kena berbagai macam penyakit.
Dalam materinya beliau menggambarkan betapa indahnya hidup dalam perjuangan. Hidup penuh pengorbanan untuk dakwah ini. Semuanya diucapkan dengan sangat ringan. Sangat mudah saya terima karena saya mengetahui apa yang disampaikan telah lebih dulu beliau tunaikan.
Diakhir materi, beliau minta izin untuk tidak ikut mabit sampai selesai. Ternyata istrinya sedang ikut raker selama dua hari dan seharian ini beliau harus mengurus yayasan plus mengurus anak - anaknya. Ternyata juga, salah satu anaknya yang sekolah di TKIT tertabrak sepeda motor satu hari sebelum diwisuda. Itulah sekali lagi mengapa taujihatnya kalau mengisi materi meluncur ringan. Bahkan dia menuturkan, kalau musibah yang menimpa anaknya mungkin dikarenakan ada kewajiban yang belum beliau tunaikan. Subhanallah..
Malam semakin larut. Beberapa peserta berlatih senam. Merekalah yang bertugas untuk menjadi instruktur. Beberapa yang lain mengungsi didepan rumah karena tidak kebagian tidur sambil menjaga sepeda motor yang diparkir diluar. Binatang malam terus bernyanyi. Menjelang jam 11 malam, mobil masuk ke halaman. Dua orang turun dari mobil. Seorang dokter dan anaknya yang masih kelas dua SD. Mereka juga ikut mabit dan menempati tikar yang tersedia di teras. Masih terekam dialog sang dokter dengan ayahnya.
"Abi, dede ga bisa tidur" ujar sang anak
"Dede hitung aja domba 1.. 2... 3..."
"Tapi ga ada domba disini"
"Dibayangkan aja" sang dokter dengan sabar melayani pertanyaan
Percakapan terus berlanjut. Sang anak belum bisa tidur. Akhirnya sang dokter menugasi anaknya untuk ikut jaga motor dengan beberapa ikhwan yang sedang piket jaga. Tapi saya masih mendengar sang anak terus berbicara hingga akhirnya saya tertidur.
Langit masih pekat. Gemericik air wudhu membangunkan peserta mabit satu per satu. Dan kami pun bersujud di bumiNya. Memanjatkan do'a - do'a dan menutupnya dengan al - matsurot dan do'a rabithah setelah sholat shubuh.
Gerimis mulai turun. Kabut masih menyelimuti daerah yang masih hijau dengan tumbuh - tumbuhan dan hamparan persawahan. Bau tanah yang basah tercium jelas. Jam telah melewati waktu yang telah direncanakan, tapi gerimis tak kunjung reda. Misi harus terus dijalankan. Kami berjalan kaki menuju lapangan yang telah kami siapkan. Musik mulai mengudara, memancing perhatian penduduk disekitar lapangan yang belum tergoda untuk membuka warung - warungnya karena gerimis masih menggoda untuk bermalas - malasan.
Satu per satu rumah mulai menampakkan kehidupanya. Beberapa anak kecil menonton dari pinggir lapangan. Dan seiring gerakan senam nusantara, anak - ank kecil itu pun mulai ikut senam. Disususl ibu - ibu yang sedari tadi malu - malu untuk ikut.
Tidak terlalu banyak warga yang ikut senam. Tetapi setidaknya kami telah memulai. Beberap telah mengikuti. Langkah awal untuk mengkomunikasikan cita - cita perjuangan yang kami miliki. CIta - cita yang terus bersambung dari generasi ke generasi. Menyebar islam disetiap jengkal tanah hingga menjadi rahmatan lil alamin.

"Kami sadari jalan ini... kan penuh onak dan duri..."

Tidak ada komentar:

 

blogger templates | Make Money Online