Rabu, 25 Juni 2008

08.00 WIB

Kubiarkan angin menjadikanmu tiada
Agar hilang segala rasa yang menjadikanmu ada
kubiarkan hujan menjadikanmu tiada
Agar hilang segala asa yang menjadikanmu ada

Bunga - bunga telah bermekaran
Ditaman yang pernah kita rawat bersama
Tapi cinta kini telah berguguran
Dari hati yang pernah kita sediakan bersama

Boy masih terdiam dikantin sekolah. Dibacanya berulang - ulang surat dari Sonya. Dua bait yang membuatnya merasa bersalah. Sebuah keputusan telah dia ambil. Keputusan yang bukan saja menggugurkan semua kenangan indahnya bersama Sonya tapi juga menumbuhkan bunga - bunga kerinduan sejak semalam.
Benar. Sejak semalam. Sejak ia mengirim sebuah pesan singkat: "Sonya, telah kupilih jalanku. Kita cukupkan semua petualangan kita"
Roni sahabat dekatnya bahkan mengatakan Boy sudah ga normal karena memutuskan kisah - kasih dengan Sonya. Dia ga percaya kalau Boy sudah menyatakan diri bukan lagi sebagai kekasih Sonya. Bintang yang paling bersinar terang diangkatan mereka.
Wajar kalau Roni bertingkah lebih bingung dari Boy. Ronilah yang mengenalkan Sonya pertama kali kepada hati Boy. Roni juga yang getol meyakinkan kalau Sonya adalah orang yang tepat mendampingi hari - hari Bintang Ramadhan, bintangnya pelajar yang punya panggilan Boy. Teman - teman disekolah Boy bahkan telah memilih Boy - dan Sonya sebagai pasangan ideal bahkan diprediksikan sampai Boy dan Sonya jadi kakek - kakek dan nenek - nenek. Prediksinya beralasan. Sonya adalah cewek manis dan cantik, bintang kelas, vokalis utama grup paduan suara, pemimpin marching band dan jago tari tradisional. Saat awal OSPEK saja, semua mata banyak tertuju pada kecantikan yang terpancar dari kedua bola matanya. Memantul diwajahnya yang selalu mengembangkan senyum. Boy sendiri saat pertama kali jadian dengan Sonya, mengirimkan ungkapan kekagumanya di majalah dinding kampus "Teruntuk Sonya: Saya yakin bidadari disurga sana telah berkurang satu karena engkau kini sedang berkunjung kebumi. Aku cari kata - kata untuk memujimu, tapi semua kata tersipu malu". Mmm...
Lalu Boy. Sama seperti Sonya, Boy adalah seorang organisatoris tulen. Pecinta alam, pemimpin mahasiswa tertinggi dikampusnya, orator ulung, jago kung fu, dan cerdas Meski Boy tidak pernah menjadi yang terbaik dalam dunia akademik, tapi teman - temanya sangat percaya bahwa Boy sangat bisa untuk menjadi yang terbaik kalau saja dia mau. Dasar Boy, Dia lebih senang berada diatas gunung atau berada ditengah para pengamen jalanan binaanya daripada ada diatas mahasiswa lainya soal prestasi akademik. Sonya pun sebenarnya pernah menuliskan kekagumanya pada Boy, tapi dengan nama samaran. "Buat Mas Ramadhan: Sikap dinginmu itu lho maaas... membuatku benci tapi rindu. Aah..kamu keren banget deh mas. Dah punya pacar belum? Dengan apa saya bisa masuk kedalam hatimu"
Dan semua menjadi sangat indah buat Boy, Sonya dan semua teman - temanya. Boy bahkan jadi lebih rapih dan semakin keren.
Tapi semuanya sudah berubah sejak 08.00 WIB. Di waktu itulah Boy telah memilih jalanya. Menjadi seorang muslim sejati. Seorang muslim yang mencintai Rabbnya, lebih dari apapun yang bisa dicintai. Boy menemukan dirinya pada bulan Ramadhan. Pada sebuah nasehat menjelang berbuka yang disampaikan oleh seniornya. "Cinta sejati itu membuat dirimu semakin mencintai Tuhanmu. Jika cinta membuatmu jauh dari Tuhan, maka kau akan menjadi manusia paling lemah"
Nasehat itulah yang membuat Boy diam saat mengantarkan Sonya ke rumahnya. Menghadirkan berbagai episode saat Boy bersama Sonya.
Dan Ramadhan memberikan kesempatan kepada Boy untuk menjadi seorang muslim. Belajar satu demi satu ajaran islam dari seniornya. Hingga ia menemukan kebahagiaan yang tidak pernah bisa ia bagi. Kebahagiaan yang tidak pernah ingin ia lepaskan sepanjang hidupnya. Kebahagiaan yang hanya mungkin dirasakan oleh orang - orang yang menemukan kembali Tuhanya.
Boy mulai menulis surat balasan kepada Sonya:

Teruntuk Sonya.
Seseorang yang pernah menjadi udara dalam hidupku

Aku mencintaimu, tapi aku lebih mencintai Tuhanku. Aku berbahagia bersamamu, tapi aku lebih berbahagia bersama Tuhanku. Kiranya Tuhan tidak pernah ingin diduakan sehingga ketika kau mengisi hatiku, Tuhan menjauhi diriku.

Sonya...
Bukan perpisahan yang ku sesali. Tapi kebodohankulah yang kusesali. Sebab dari kebodohan itu aku telah mengambil hatimu yang seharusnya dimiliki oleh suamimu kelak. Menyakitkan memang mengenalmu untuk sekedar mengetahui bahwa engkau bukan hak ku. Tapi semoga dengan ini, aku tidak mengambil lebih banyak lagi hak suamimu.

Saya berdo'a agar Allah mengampuni kita dan menggugurkan semua rasa cinta yang pernah ada dan memekarkanya ditaman hati orang - orang yang memang seharusnya kita cintai.
Kau boleh marah dan membenciku. tapi aku tak lagi takut. sekarang aku lebih takut Allah yang marah dan membenciku. Semua ini pahit. tapi terkadang yang pahit justeru membuat kita semakin kuat.

Setelah hujan reda
Mekarlah menjadi melati suci
Harumnya memenuhi seisi bumi
Dikabarkan angin keberbagai penjuru

Setelah langit kembali bersih
Jadilah burung - burung yang merdeka
Selalu berusaha menuju langit
Membentang sayap Menghias cakrawala

Satu lembar telah tertutup
Satu lembar telah terbuka
Cinta kita disimpan untuk surga

Aku

Kau berteriak
Aku menutup telinga
Kau membelalakan mata
Aku Memejamkan mata
Kau orasi
Aku bernyanyi dalam hati

Kau berontak
Aku kira kau tak berotak
Norak

Kau lemah
Sangat Lemah
Esok kau juga yang memilih Aku

Terus
Teruslah beraksi
Dan Aku bertransaksi
Kita sama - sama rekreasi

Mmmm.... Negeri ini bukan basa - basi
Hanya sekotak hadiah untuk kerabat
Atau justeru sepotong lilin yang akan meniadakan Aku
Aku harap tidak ada orang yang menyalakanya

Selasa, 24 Juni 2008

Dari Rumah Rakyat

Asap hitam sudah berkibar tanpa tiang didepan rumah rakyat. Menyergap langit serentak bersama dengan asap - asap dari knalpot kendaraan motor yang berjalan tersendat. Sekelompok mahasiswa sedang melakukan aksi demonstrasi. Dari berita ditelevisi, saya mengetahui mereka telah beraksi dari semalam.
Sejak saya rutin mengunjungi rumah ini, entah sudah yang keberapa saya melihat rakyat hanya mampu sampai diluar pagar rumahnya sendiri. Tertahan oleh pagar besi yang menjulang dan tampak kokoh. Kehadiran "pagar ayu" berseragam semakin memperkokoh besi - besi tersebut sehingga rumah ini menjadi sulit untuk dinamakan rumah rakyat.
Namun disinilah berbagai kebijakan soal rakyat ditetapkan secara resmi. Pembahasan dan pengambilan keputusanya terkadang dilakukan diluar rumah ini. Karena itulah rumah ini dijaga dan dirawat dengan intens.
Air mancur dan matahari melukis pelangi diatas kolam yang pernah dipenuhi oleh para mahasiswa ketika reformasi 98. Jika diluar pagar sedang terjadi demonstrasi, Saya kerap berjalan melewatinya dengan menghirup udara dalam - dalam. Mengenang aksi - aksi demonstrasi yang juga saya lakukan. Seperti juga pagi ini saat para mahasiswa itu meminta hak mereka untuk diperhatikan oleh para wakil rakyat.
Pagi ini selain mereka, akan tiba massa aksi yang jumlahnya cukup besar. Rencananya mereka akan menyuarakan kembali aksi penolakan kenaikan harga BBM. Sejak saya melewati gerbang masuk, aroma "siaga" telah tercium. Polisi dengan "Seragam Penangkal Aksinya" telah bersiap menyambut tamu yang datang. Motor - motor telah berbaris anggun. Mobil water canon tampak gagah dengan moncongnya persis mengarah jalan gatot subroto.
Dan saya melangkah melewati air mancur. Menghirup udara dalam - dalam sambil memandangi pelangi yang telah bergeser dari tengah kolam.
Masuk kedalam rumah rakyat yang satu ini, hawa sejuk dari AC menjadi kenikmatan tersendiri. Banyak orang berpakaian adat hari ini. Rupanya selain agenda hak angket/interpelasi soal BBM yang mengundang massa aksi dan perhatian media, ada juga agenda pemekaran 12 wilayah. Luar biasa. Bola liar otonomi daerah moga tidak memakan korban rakyatnya sendiri.
Hari sudah nampak gelap saat saya keluar dari rumah ini. Saat hendak menuju jalan keluar yang biasa saya lalui, seorang pengaman menyarankan untuk lewat pintu belakang dan itu berarti harus berjalan lebih jauh. Melewati kantor Menpora, Kawasan stadion senayan, naik jembatan penyeberangan yang panjang dan baru kemudian bisa menyetop mobil yang biasa saya tumpangi. Siang tadi saya melihat dari televisi diluar memang telah terjadi keributan. Water canon telah menyalak membubarkan barikade demonstran dan memadamkan api. Batu - batu juga banyak yang berterbangan seperti peluru - peluru yang berlari.
Mobil - mobil dijalanan tidak lagi sekedar berjalan pelan tapi sangat - sangat merayap pelan. Saya terus berjalan sambil menikmati tanaman hias yang dijual dipinggir jalan sekedar mengalihkan pandangan dari jalanan yang macet dan tentunya mengalihkan perasaan dari keinginan untuk menggerutu.
Dari jembatan penyeberangan saya mencoba memandangi para demonstran. Ada yang sedang beristirahat tapi ada juga yang masih beraktivitas. Sampai di Halte, suasana lebih seru. Sekolompok orang membawa pentungan berjalan didepan. Orang - orang dihalte yang berdiri dipinggir jalan mundur selangkah ke belakang. Tak jelas yang diberi jalan adalah pahlawan sehingga mereka memberi hormat dengan memberi jalan atau gerombolan perusuh yang membuat mereka takut dan terpaksa memberi jalan. Nampak didepan lilin besar sudah menyala dari pembatas jalan yang dibakar. Tapi pucuk dicinta, yang datang duluan adalah bus AC. Ini kenikmatan yang besar setelah "penjelajahan" dibawah guyuran matahari sore.
Ibu - ibu didalam bus sedang membicarakan demonstrasi hari ini. Kondektur khawatir mobilnya kena lemparan batu. Di bawah sana anggota brimob sedang berkejaran dengan para demonstran. Saya memejamkan mata melepas lelah.
Dan malam ini berita dihiasi dengan pagar DPR yang roboh, Mobil operasional polisi yang dirusak, mobil plat merah yang dibakar, corat - coret "aspirasi" dibanyak tempat. Rakyat yang dibela pun pro dan kontra sementara para wakil rakyat sepakat hak angket atas kenaikan BBM akan digulirkan. Dan pemerintah bersiap diri. Dan bandul politik terus mengayun kesana kemari...
sebuah SMS masuk dari seorang sahabat yang pernah berjuang bareng semasa dikampus dahulu...
asw.p'tanyaan u.ntm:bagaimana rasanya bekerja d dalam gedung DPR/MPR sementara diluarnya mahasiswa demo mnolak knaikan BBM dan baku hantam dg aparat?(Ptanyaan iseng,djawabnya ktika ntm bkenan sj) jazakallah....
Saya berkata dalam hati saya... "Butuh banyak air bersih yang terus mengalir untuk menggantikan air keruh yang ada didalam sini".
Saya berdo'a air bersih itu adalah antum semua agar orang - orang yang keruh tergantikan dari semua kedudukan dan jabatan.

Antum = Kamu
Jazakallah = Semoga Allah memberi balasan (kebaikan)

Rabu, 18 Juni 2008

Sopir Taksi

Mas'an... nama itu begitu berarti dalam detik kehidupan saya menjalani kuliah S2 di UI. ia salah satu sopir taksi yang mengantarkan saya menuju kampus salemba tempat saya menuntut ilmu. ada banyak sopir taksi yang memberi ilmu kepada saya dalam perjalanan menuju kos atau menuju kampus, Pa Mas'an salah satu yang menjadi guru saya.
Salamnya begitu khas. Karenanya ia selalu ku ingat. ia satu - satunya sopir taksi yang pernah saya dapati memberi salam indah "Assalammualaikum" ketika saya masuk maupun keluar dari mobil. Dalam obrolan dia bercerita tentang kehidupannya sebagai sopir taksi yang telah dilakoninya nyaris sebaya dengan usia saya. Dan dalam perjalanan itu, saya khusyuk mendengarkan ceritanya. Tentang berbagai episode kehidupan yang pernah ia lalui terutama saat ia bercerita tentang anaknya yang seorang kolonel.yup, seorang kolonel dari seorang sopir taksi. Memang bukan seorang jenderal tapi buat saya itu adalah sesuatu yang sangat hebat karena dia mempersiapkan anaknya.
Dia menuturkan kalau sejak kecil dia melihat anaknya sangat mudah menerima pelajaran dan sering bertanya tentang banyak hal. Dari situlah dia bertekad untuk berkorban semaksimal mungkin agar anaknya mendapatkan pendidikan setinggi - tingginya.
Saya salut dengan tekadnya untuk mencetak anaknya melebih dirinya. Mungkin sama dengan tekad puluhan, ribuan bahkan jutaan orangtua dimuka bumi ini. Namun apakah tekad itu juga dimiliki oleh segenap pemimpin yang kini bertebaran dipanggung politik atau dipanggung - panggung lainnya?
Seorang guru saya yang lain menegaskan bahwa pemimpin besar adalah mereka yang mampu melahirkan pemimpin besar lainnya. Dan saya kira pemimpin bernama Muhammad absolut sebagai pemimpin besar karena sentuhannya melahirkan Abu Bakar dan yang lainnya.
Dan kini, jika kita adalah pemimpin hari ini, apakah kita telah memastikan bahwa dibelakang kita telah siap calon pemimpin yang kebesaranya melebihi kebesaran kita.
Dan kini, jika kita adalah prajurit hari ini, apakah kita telah memastikan bahwa kedepan kita telah siap menjadi calon pemimpin yang kebesarannya melebih kebesaran pemimpin kita hari ini. Wallahu 'alam bi shawab


Dakwah Kampung Bukan Dakwah Pasca Kampus

Saat - saat menjadi mahasiswa adalah saat - saat menyenangkan. berbagai kegiatan bisa kita ikuti baik kegiatan didalam kampus maupun diluar kampus. Rugi rasanya jika lulus dari kampus tanpa pernah merasakan lezatnya berdiskusi soal rakyat, berdemonstrasi membela rakyat yang terpinggirkan, mengikuti training - training dan tentunya mengikuti berbagai forum pembinaan ruhiyah, fikriyah dan jasadiyah.
Lebih rugi lagi jika kita aktiv dalam berbagai aktivitas kampus tanpa pernah merasakan indahnya aktivitas dakwah kampung. Dulu sempat kepikiran bahwa dakwah kampung itu dilakukan nanti setelah lulus dari kampus. Pemikiran ini buat saya adalah pemikiran yang keliru. Saat menjadi mahasiswa, kita yang tinggal jauh dari kampung halaman berbaur dengan masyarakat disekitar kampus kecuali yang seumur mahasiswanya tinggal diasrama dalam kampus. Saat - saat berbaur itulah sesungguhnya kita berkesempatan merasakan lezatnya dakwah kampung.
Dikampus, terkadang kita menjadi murobbi/pembina halaqoh karena given dari penanggung jawab dakwah kampus alias gratisan dari program mentoring. kalaupun ga gratisan, maka para mad'u kita biasanya merupakan subsidi.
Tapi dikampung ceritanya bisa lain. Kita harus mandiri mencari binaan. berada ditengah - tengah mereka dan berempati dengan permasalahan yang mereka hadapi. tidak cukup dengan itu, kitapun harus membuat program - program yang membuat masyarakat terwarnai dengan nilai - nilai dakwah.
Jangan berpikiran aktivitas dakwah kampung harus dilakukan jauh dari kosan kita. atau tidak beririsan dengan amanah dakwah kampus kita. atau dilakukan setelah kita lulus nanti. sama sekali tidak. kita bisa melakukan aktivitas dakwah kampus dan dakwah kampung secara bersamaan. Kita bisa mengajak tetanga - tetangga kamar atau kosan kita yang biasanya mahasiswa untuk bersama - sama menghidupkan karang taruna yang ada dilingkungan kosan kita. Minimal kita mengenal para tetangga. jangan sampai kita tidak mengenal tetangga sama sekali. Ada banyak kasus, aktivis dakwah kampus yang sama sekali tidak kenal dengan tetangganya atau tidak pernah memberi hadiah dengan tetangganya sama sekali. aktivitasnya cuma ke kampus dan ke tempat liqo/dauroh atau ke tempat lainnya tapi malah tidak pernah silaturrahiim ke tetangganya sendiri. lha yang model begini masa pantes dibilang ativis dakwah kampus? apalagi disebut sebagai aktivis KAMMI... memilukan bukan?
jadi temen2, mumpung masih jadi mahasiswa, apalagi mahasiswa yang berasal dari luar kota/anak kosan, rame - rame yuk terjun kedalam aktivitas dakwah kampung. luangkan waktu untuk silaturrahim dan memberi hadiah ke tetanga - tetangga dan jangan menunggu waktu luang. terakhir, milikilah binaan sebelum menyesal... jadilah murobbi.
percaya deh, aktivitas dakwah kampung sangat - sangat menyenangkan apalagi bagi yang punya genetika KAMMI:)

ket:
Halaqoh : Pengajian rutin dalam kelompok - kelompok kecil
Dauorh : Training / Pelatihan
Murobbi : Pembina halaqoh
Mad'u : Objek dakwah
Da'i : Subjek dakwah
KAMMI : Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (Organ mahasiswa ekstra kampus yang didirikan di Malang tgl 29 Maret 1998)

Selasa, 17 Juni 2008

Saat

Saat senja melukis bayangmu

Harusnya kau tak diam
Karena aku terus gelisah menunggu

Saat bayangmu ditelan malam

Kubiarkan kau terlelap
Kujaga agar kau dapat bermimpi indah

Saat langit pagi mengabarkan pesonamu pada dunia

Ku telah pergi menjauh
Dan kata - kata telah berganti air mata

Minggu, 15 Juni 2008

Catatan Perjalanan

Mendung menghiasi langit Serang. Bergelayut manja diatas lapangan tempat kami menyiapkan tempat untuk mengenalkan senam nusantara. Ada tujuh kecamatan yang menjadi sasaran kami yang juga merupakan medan perjuangan dalam PEMILU 2009. Kali ini kami memusatkan kegiatanya di alun - alun Kecamatan Petir, karena sebelum senam kami akan mengadakan Mabit.
Beberapa remaja sudah berada ditengah lapangan saat saya tiba. Hanya beberapa yang saya kenal. Mereka adalah karyawan pabrik yang akan bekerja nanti malam. Jadi mereka akan absen dala acara mabit dan senam. Hal seperti inilah yang sering membuat saya bangga sekaligus malu dengan rekan - rekan yang bekerja sebagai karyawan pabrik. Mereka selalu mencari celah untuk tetap bisa berkontribusi. Rekan - rekan mereka seprofesi malam nanti pasti hadir selepas bekerja sebagaimana selama ini terjadi.
Berbekal satu buah alat pemotong rumput dan beberapa arit, satu persatu rumput - rumput gondrong yang selama ini berkuasa diatas lapangan, menjadi korban. Kami tertawa, bercanda, bercerita sambil memakamkan rumput - rumput yang telah menjadi korban. Sebagian yang lain memasang bendera dan memanjat tiang listrik untuk memasang spanduk. alun - alun yang letaknya tepat didepan pasar, membuat berpasang - pasang mata melirik aktivitas yang kami lakukan. Mereka mungkin ada yang bertanya mau ada apa dan sebagian yang lain mungkin bertanya kami siapa sebab kami bukan penduduk wilayah situ. Tapi dari logo yang tertempel di kain putih, kiranya mereka sudah paham kami siapa. Mungkin yang tidak diduga adalah kami masih muda - muda bahkan sebagian masih lengkap dengan seragam SMA nya.
Jika dibandingkan dengan luasnya wilayah yang harus kami beri sentuhan keadilan dan kesejahteraan, maka jumlah orang yang menyentuh wilayah ini masih sangat sedikit. Beberapa diantaranya bahkan "subsidi" dari wilayah lain. Kebanyakan yang berjuang diwilayah ini adalah guru dan pengasuh pondok pesantren, jadi wajar jika anak sekolahan dan santri pun kerap terlihat aktif bersama kami. Ini peluang dan tantangan yang cukup menantang buat kami.
Belum lagi kondisi wilayah ini masih cukup bikin dag dig dug. Konon kabarnya, beberapa motor masih sering berpindah tangan dengan waktu singkat karena di begal ditengah jalan. Bahkan dari cerita seorang ibu, baru - baru saja seorang pencari barang rongsokan ditodong jam 8 pagi. Belum lagi dengan kasus ditemukanya dua orang siswi SD yang meninggal dibunuh. tapi cerita - cerita dag dig dug itu terkadang dianggap angin lalu aja bagi teman - teman yang asli daerah tersebut. Hanya menjadi cerita biasa. Sekedar alarm buat yang lainya. Menurut saya, wajar saja jika masih rawan begal mem begal motor, jarak antar rumah masih dipisahkan sawah - sawah atau lahan kosong. Namun jika melihat pergerakan perumahan, kerawanan itu sepertinya akan cepat sirna. Beberapa pondasi rumah mulai dikerjakan, pom bensin akan dibangun dan beberapa supermarket sudah berdiri.
Hujan mulai mengguyur setelah adzan dhuhur berkumandang beberapa waktu yang lalu. Motor harus terus dipacu untuk mengantarkan saya sampai dirumah. Butiran - butiran hujan yang lembut berubah menjadi sangat menyakitkan ketika menyapa wajah yang tidak terlindungi. Godaan tidak sekedar datang dari butir hujan tapi juga dari jalanan yang sedang tersenyum menganga. Tidak ada kesempatan untuk menepi sebab sore hari kami sudah harus berkumpul lagi.
Jalanan berubah menjadi cokelat. Tanah liat yang sudah diguyur dengan air hujan lengket dimana - mana. Bahkan motor pun menjadi sulit ditebak arah luncurnya. Gelap datang lebih awal sebelum malam.
Satu per satu para peserta mulai berdatangan. Memenuhi rumah yang menjadi markas perjuangan. Jam sudah lewat dari angka delapan saat kami memulai acara. Sebelum materi diberikan, terlebih dulu dipaparkan mengenai berbagai perkembangan nasional oleh seorang al akh. Setelah itu disampaikan materi oleh seorang ustadz yang merintis dakwah diwilayah ini. Orangnya sangat nyentrik, lucu dan energik. Kali ini materinya tentang Hadis Arbain yang ke 50. Jika disingkat, materinya adalah tentang bagaimana kita menjalani kehidupan ini dengan berbahagia. Menurut beliau, sumber masalah adalah "Memikirkan apa yang tidak perlu dipikirkan dan mengerjakan apa yang tidak perlu dikerjakan". Hal inilah yang membuat hidup penuh tekanan, stress dan mudah kena berbagai macam penyakit.
Dalam materinya beliau menggambarkan betapa indahnya hidup dalam perjuangan. Hidup penuh pengorbanan untuk dakwah ini. Semuanya diucapkan dengan sangat ringan. Sangat mudah saya terima karena saya mengetahui apa yang disampaikan telah lebih dulu beliau tunaikan.
Diakhir materi, beliau minta izin untuk tidak ikut mabit sampai selesai. Ternyata istrinya sedang ikut raker selama dua hari dan seharian ini beliau harus mengurus yayasan plus mengurus anak - anaknya. Ternyata juga, salah satu anaknya yang sekolah di TKIT tertabrak sepeda motor satu hari sebelum diwisuda. Itulah sekali lagi mengapa taujihatnya kalau mengisi materi meluncur ringan. Bahkan dia menuturkan, kalau musibah yang menimpa anaknya mungkin dikarenakan ada kewajiban yang belum beliau tunaikan. Subhanallah..
Malam semakin larut. Beberapa peserta berlatih senam. Merekalah yang bertugas untuk menjadi instruktur. Beberapa yang lain mengungsi didepan rumah karena tidak kebagian tidur sambil menjaga sepeda motor yang diparkir diluar. Binatang malam terus bernyanyi. Menjelang jam 11 malam, mobil masuk ke halaman. Dua orang turun dari mobil. Seorang dokter dan anaknya yang masih kelas dua SD. Mereka juga ikut mabit dan menempati tikar yang tersedia di teras. Masih terekam dialog sang dokter dengan ayahnya.
"Abi, dede ga bisa tidur" ujar sang anak
"Dede hitung aja domba 1.. 2... 3..."
"Tapi ga ada domba disini"
"Dibayangkan aja" sang dokter dengan sabar melayani pertanyaan
Percakapan terus berlanjut. Sang anak belum bisa tidur. Akhirnya sang dokter menugasi anaknya untuk ikut jaga motor dengan beberapa ikhwan yang sedang piket jaga. Tapi saya masih mendengar sang anak terus berbicara hingga akhirnya saya tertidur.
Langit masih pekat. Gemericik air wudhu membangunkan peserta mabit satu per satu. Dan kami pun bersujud di bumiNya. Memanjatkan do'a - do'a dan menutupnya dengan al - matsurot dan do'a rabithah setelah sholat shubuh.
Gerimis mulai turun. Kabut masih menyelimuti daerah yang masih hijau dengan tumbuh - tumbuhan dan hamparan persawahan. Bau tanah yang basah tercium jelas. Jam telah melewati waktu yang telah direncanakan, tapi gerimis tak kunjung reda. Misi harus terus dijalankan. Kami berjalan kaki menuju lapangan yang telah kami siapkan. Musik mulai mengudara, memancing perhatian penduduk disekitar lapangan yang belum tergoda untuk membuka warung - warungnya karena gerimis masih menggoda untuk bermalas - malasan.
Satu per satu rumah mulai menampakkan kehidupanya. Beberapa anak kecil menonton dari pinggir lapangan. Dan seiring gerakan senam nusantara, anak - ank kecil itu pun mulai ikut senam. Disususl ibu - ibu yang sedari tadi malu - malu untuk ikut.
Tidak terlalu banyak warga yang ikut senam. Tetapi setidaknya kami telah memulai. Beberap telah mengikuti. Langkah awal untuk mengkomunikasikan cita - cita perjuangan yang kami miliki. CIta - cita yang terus bersambung dari generasi ke generasi. Menyebar islam disetiap jengkal tanah hingga menjadi rahmatan lil alamin.

"Kami sadari jalan ini... kan penuh onak dan duri..."

Minggu, 08 Juni 2008

Munajat

Doa Sang Ayah

Tuhanku...

Bentuklah putraku menjadi manusia yang cukup kuat untuk mengetahui kelemahannya.

Dan, berani menghadapi dirinya sendiri saat dalam ketakutan

Manusia yang bangga dan tabah dalam kekalahan

Tetap Jujur dan rendah hati dalam kemenangan

Bentuklah putraku menjadi manusia yang berhasrat mewujudkan cita- citanya dan tidak hanya tenggelam dalam angan-angannya saja

Seorang putra yang sadar bahwa mengenal Engkau dan dirinya sendiri adalah landasan segala ilmu pengetahuan

Tuhanku...

Aku mohon, janganlah pimpin putraku di jalan yang mudah dan lunak.
Namun, tuntunlah dia di jalan yang penuh hambatan dan godaan,
kesulitan dan tantangan

Biarkan putraku belajar untuk tetap berdiri di tengah badai dan senantiasa belajar untuk mengasihi mereka yang tidak berdaya

Ajarilah dia berhati tulus dan bercita-cita tinggi,

sanggup memimpin dirinya sendiri, sebelum mempunyai kesempatan untuk memimpin orang lain

Berikanlah hamba seorang putra yang mengerti makna tawa ceria tanpa melupakan makna tangis duka

Putra yang berhasrat untuk menggapai masa depan yang cerah namun tak pernah melupakan masa lampau

Dan, setelah semua menjadi miliknya...

Berikan dia cukup rasa humor sehingga ia dapat bersikap sungguh - sungguh namun tetap mampu menikmati hidupnya

Tuhanku...

Berilah ia kerendahan hati...

Agar ia ingat akan kesederhanaan dan keagungan yang hakiki...

Pada sumber kearifan, kelemahlembutan, dan kekuatan yang sempurna...

Dan, pada akhirnya bila semua itu terwujud, hamba, ayahnya, dengan berani berkata "hidupku tidaklah sia-sia"

Sumber: Do’a sang jenderal; Andrie Wongso


Naskah aslinya:


A Father's Prayer

Build me a son, O Lord,
who will be strong enough to know when he is weak,
and brave enough to face himself when he is afraid;
one who will be proud and unbending in honest defeat,
and humble and gentle in victory.

Lead him, I pray, not in the path of ease and comfort,
but under the stress and spur of difficulties and challenge.

Here let him learn to stand up in the storm;
here let him learn compassion for those who fail.

Build me a son whose heart will be clear,
whose goal will be high,
a son who will master himself before he seeks to master other men,
one who will reach into the future,
yet never forget the past.

And, after all these things are his,
give him, I pray, enough of a sense of humor,
so that he may always be serious,
yet never take himself too seriously.

Give him humility,
so that he may always remember the simplicity of true greatness,
the open mind of true strength.
Then I, his father, will dare to whisper,
‘I have not lived in vain.'


Sabtu, 07 Juni 2008

SELALU ADA DEBU DOSA

Dosa tak ubahnya seperti tiupan angin di tanah berdebu. Wajah terasa sejuk sesaat, tapi butiran nodanya mulai melekat. Tanpa terasa, tapi begitu berbekas. Kalau saja tak ada cermin, orang tak pernah mengira kalau ia sudah berubah.

Perjalanan hidup memang penuh debu. Sedikit, tapi terus dan pasti; butiran-butiran debu dosa kian bertumpuk dalam diri. Masalahnya, seberapa peka hati menangkap itu. Karena boleh jadi, mata kepekaan pun telah tersumbat dalam gundukan butiran debu dosa yang mulai menggunung.

Seorang mukmin saleh mungkin tak akan terpikir akan melakukan dosa besar. Karena hatinya sudah tercelup dengan warna Islam yang teramat pekat. Jangankan terpikir, mendengar sebutan salah satu dosa besar saja, tubuhnya langsung merinding. Dan lidah pun berucap, “Na’udzubillah min dzalik!”

Namun, tidak begitu dengan dosa-dosa kecil. Karena sedemikian kecilnya, dosa seperti itu menjadi tidak terasa. Terlebih ketika lingkungan yang redup dengan cahaya Ilahi ikut memberikan andil. Dosa menjadi biasa.

Rasulullah saw. bersabda, “Jauhilah dosa-dosa kecil, karena jika ia terkumpul pada diri seseorang, lambat laun akan menjadi biasa.”

Dalam beberapa kesempatan, Rasulullah saw. mewanti para sahabat agar berhati-hati dengan sebuah kebiasaan. Karena boleh jadi, sesuatu yang dianggap ringan, punya dampak besar buat pembentukan hati.

Dari Anas Ibnu Malik berkata, “Rasulullah saw. menyampaikan sesuatu di hadapan para sahabatnya. Beliau saw. berkata: ‘Telah diperlihatkan kepadaku surga dan neraka, maka aku belum pernah melihat kebaikan dan keburukan seperti pada hari ini. Jika kalian mengetahui apa yang aku ketahui niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.’ Anas berkata, “Tidak pernah datang kepada sahabat Rasulullah suatu hari yang lebih berat kecuali hari itu.” Berkata lagi Anas, “Para sahabat Rasulullah menundukkan kepala-kepala mereka dan terdengar suara tangisan mereka.” (Bukhari & Muslim)

Sekecil apa pun dosa, terlebih ketika menjadi biasa, punya dampak tersendiri dalam hati, pikiran, dan kemudian perilaku seseorang. Repotnya, ketika si pelaku tidak menyadari. Justru orang lain yang lebih dulu menangkap ketidaknormalan itu.

Di antara dampak dosa yang kadang remeh dan tidak terasa adalah sebagai berikut: pertama, melemahnya hati dan tekad. Kelemahan ini ketika tanpa sadar, seseorang tidak lagi bergairah menunaikan ibadah sunah. Semuanya tinggal yang wajib. Nilai-nilai tambah ibadah menjadi hilang begitu saja. Tiba-tiba, ia menjadi enggan beristighfar. Sementara, hasrat untuk melakukan kemaksiatan mulai menguat.

Kedua, seseorang akan terus melakukan perbuatan dosa dan maksiat, sehingga ia akan menganggap remeh dosa tersebut. Padahal, dosa yang dianggap remeh itu adalah besar di sisi Allah ta’ala.

Di antara bentuk itu adalah ucapan-ucapan dusta. Awalnya mungkin hanya sekadar canda agar orang lain bisa tertawa. Tapi, ucapan tanpa makna itu akhirnya menjadi biasa. Padahal di antara ciri seorang mukmin selalu menghindar dari perbuatan laghwi, tanpa makna. Allah swt. berfirman, “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna.” (QS. 23: 1-3)

Seorang sahabat Rasul, Ibnu Mas’ud, pernah memberikan perbandingan antara seorang mukmin dan fajir. Terutama, tentang cara mereka menilai sebuah dosa. Beliau r.a. berkata, “Sesungguhnya seorang mukmin ketika melihat dosanya seakan-akan ia berada di pinggir gunung. Ia takut gunung itu akan menimpa dirinya. Dan seorang yang fajir tatkala melihat dosanya, seperti memandang seekor lalat yang hinggap di hidungnya, lalu membiarkannya terbang.” (HR. Bukhari)

Ketiga, dosa dan maksiat akan melenyapkan rasa malu. Padahal, malu merupakan tonggak kehidupan hati, pokok dari segala kebaikan. Jika rasa malu hilang, maka lenyaplah kebaikan. Nabi saw. bersabda, “Malu adalah kebaikan seluruhnya.” (HR. Bukhari Muslim)

Keempat, sulitnya menyerap ilmu keislaman. Ini karena dosa mengeruhkan cahaya hati. Padahal, ilmu keislaman merupakan pertemuan antara cahaya hidayah Allah swt. dengan kejernihan hati.

Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i pernah menuturkan pengalaman pribadinya. Ketika itu, ulama yang biasa disebut Imam Syafi’i ini merasakan adanya penurunan kemampuan menghafal. Ia pun mengadukan hal itu ke seorang gurunya yang bernama Waqi’. Penuturan itu ia tulis dalam bentuk untaian kalimat yang begitu puitis.

Aku mengadukan buruknya hafalanku kepada Waqi’

Beliau memintaku untuk membersihkan diri dari segala dosa dan maksiat

Beliau pun mengajarkanku bahwa ilmu itu cahaya

Dan cahaya Allah tidak akan pernah menembus pada hati yang pendosa

Ada satu dampak lagi yang cukup memprihatinkan. Seseorang yang hatinya berserakan debu dosa enggan bertemu sapa dengan sesama mukmin. Karena magnit cinta dengan sesama ikhwah mulai redup, melemah. Sementara, kecenderungan bergaul dengan lingkungan tanpa nilai justru menguat. Ada pemberontakan terselubung. Berontak untuk bebas nilai.

Perjalanan hidup memang bukan jalan lurus tanpa terpaan debu. Kian cepat kita berjalan, semakin keras butiran debu menerpa. Berhati-hatilah, karena sekecil apa pun debu, ia bisa mengurangi kemampuan melihat. Sehingga tidak lagi jelas, mana nikmat; mana maksiat.

Oleh Muhammad Nuh
Sumber : Dakwatuna
di copy dari: www.tazkiyah-annafs.blogspot.com,

Jumat, 06 Juni 2008

Dalam Lelah

Aku mengetuk pintu Mu
Di suatu pagi
Di suatu siang
Di Suatu sore
Di suatu malam

Mengetuk pintu mu
Berpagi - pagi
Bersiang - siang
Bersore - sore
Bermalam - malam

Saat langit memutih
Saat langit membiru
Saat langit memerah
Saat langit menghitam
Aku terus mengetuk pintu Mu

Ku tak mendengar Engkau menyahut
Ku tak melihat Engkau mendekat
Ku kira Engkau tiada
Ku kira Engkau tak mendengar

Rupanya aku yang telah keliru
Telingaku tak kubuka
Mataku tak kubuka
Hatiku tak kubuka

Engkau telah lama didekatku
Menatapku dengan sepenuh cinta
Dan sepenuh air ampunan tuk melepas dahagaku
Tuhan, izinkan ku tidur dalam cintaMu

Kamis, 05 Juni 2008

Syair Perjuangan

Angkat dagumu
Sebab masa depan bukan dibelakangmu
Kepalkan tanganmu
Sebab kau haram menyerah

Pandanglah matahari hingga ia terbakar
Dan membakar segala ragu
Petiklah bintang hingga ia berjatuhan dalam hatimu
Agar kau tak hilang arah

Elang terbang karena ia mengepakkan sayapnya
Air jernih karena ia terus mengalir
Hanya kematian yang membuamu berhenti
Sebab langkahmu telah diberkahi Tuhan
 

blogger templates | Make Money Online