Jumat, 25 Juli 2008

Berjalan Ke Timur (5)

Bus Puspa Indah terus melaju membelah Kota Kediri. Menyusuri jalan - jalan yang masih saya ingat. Untuk selanjutnya kemudian membelah Jombang dan masuk lagi ke daerah Kabupaten Kediri. Disebuah perempatan, Bus yang saya tumpangi bertemu dengan bus dari Jombang yang juga menuju Malang. Dan drama kejar - kejaran dimulai. Bahkan saat bus mulai memasuki daerah berkelok. Saya yang biasanya berusaha untuk menghindari "muntah - muntah" dengan tidur, kini benar - benar menikmati kelokan demi kelokan sambil sesekali menarik napas dalam - dalam. Khawatir bus mampir ke dasar jurang.

Jalan - jalan berkelok dari Kediri menuju Malang via Batu merupakan salah satu jalan masuk menuju Malang. Pemandanganya sangat indah dengan udara sejuk yang mengisi seluruh ruang terbuka. Jika di pinggir - pinggir jalan sudah terlihat berbaris rapih warung - warung dengan menu jagung bakarnya, maka kendaraan berarti sudah sampai di daerah payung. Kawasan yang sering dipakai untuk menikmati malam di ketinggian Kota Batu sambil mereguk segelas susu hangat segar. Tidak jauh dari situ ada tempat yang sangat bagus untuk mencoba Paralayang atau gantole.

Dan bus pun mulai memasuki Kota Batu yang damai. Terus setia membawa turun para penumpang ke Kota Malang. Saya turun didepan Masjid Kampus Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Kampus yang dulu pernah saya duduki selam satu tahun. Kampus yang indah, yang gedung - gedungnya bergelayut manja di bukit. Kampus ini punya plesetan nama yaitu Universitas Munggah Mudun (UMM) yang artinya universitas naik turun karena untuk menuju gedung - gedung kuliah harus menyusuri jalan yang naik turun. bahkan sebelum ada lift bener - bener naik turun kalo kuliah. Kampus ini juga diplesetkan menjadi Universitas Malam Minggu karena kalau malam minggu banyak orang yang santai - santai menikmati band kampus, pertandingan basket atau pacaran. Makanya kadang ada juga yang iseng ngasih plesetan menjadi Universitas Musik dan Hiburan (UNMUH).

Di kampus inilah sebuah organisasi mahasiswa ekstra kampus pada tahun 1998 dideklarasikan dengan nama Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). KAMMI menjadi bintang yang bersinar terang saat sejarah reformasi terukir.

Air wudhu menggigit kulit. Menyisakan rasa dingin yang menjalar lembut. Saya telah tertinggal satu raka'at shalat magrib berjamaah. Setelah melengkapi rakaat shalat magrib, saya melanjutkan dengan sholat Isya. Selepas salam, akh Didik memberi pelukan hangatnya. Beliau adalah teman saya. Dulu kamii pernah menghuni sekretariat KAMMI Daerah Malang dan menjadi tukang sapunya yang setia. Akh Didik inilah yang menawarkan penjemputan. Kami makan malam di warung soto dekat Sekretariat KAMMI Daerah Malang. Tidak hanya berdua karena didepan sekretariat tadi bertemu dengan anak - anak yang masih aktiv ngurusin aksi - aksi mahasiswa di Malang. Dan kami pun sedikit berbagi cerita meskipun saya sudah menebak akan ada todongan pertanyaan mengenai pernikahan saya.

Sebelum berangkat ke Malang, saya sempat diteepon oleh salah seorang sahabat yang menanyakan kebenaran berita tentang pernikahan saya dengan salah seorang akhwat di Kediri. Ternyata gosip itu telah menyebar keman - mana. Bahkan sampai ibu kos saya yang dulu menyebut nama segala. Luar biasa. Saya sendiri hanya bisa geleng - geleng kepala. Karena kalau dijawab "ndak bener", mereka ga percaya. Kalo dijawab "Benar dengan ukhti tersebut..", lha wong kenyataanya juga ndak.

Selesai makan, Saya menitipkan sisa pakaian kotor di laundry langganan semasa masih jadi penghuni Malang dulu. Dan kemudian saya pun dibawa menuju sebuah tempat singgah sementara. Saat malam terus menggurita, satu per satu para tamu tetap mulai berdatangan. Ustadz Jalal memberi salam dan pelukan ukhuwahnya. Dan lagi - lagi yang ditanya adalah soal istri. begitupun ketika ustadz Uril datang. Pertanyaanya tidak bergeser jua. dan selama beberapa hari di Malang, tiap kali bertemu saudara - saudara lama, yang ditanya adalah tentang kabar pernikahan saya dengan akhwat kediri... Oalah, bahkan sms ucapan selamat pun terus berdatangan. yah, saya anggap sebagai sebuah do'a aja.

"Rabb... Engkau lebih tahu apa yang sesungguhnya hamba rasakan dan hamba alami.."


Kamis, 24 Juli 2008

Berjalan Ke Timur (4)

Senang rasanya mengenal anak - anak TMA SMA 2 Kediri. Mereka cerdas. Lucu. Kreatif. Hal ini terlihat saat mereka di berikan tugas untuk membuat hasta karya dalam waktu yang singkat dan harus mempromosikanya didepan teman - temanya. Juga diminta untuk mempresentasikan Rohis Idaman versi mereka. Hasil hasta karya mereka bagus - bagus tapi ada juga yang biasa - biasa saja. tapi bukan itu tujuan utamanya. Simulasi sederhana ini saya tujukan untuk mengaplikasikan dan menarik kesimpulan dari materi - materi yang telah disampaikan sebelumnya.

Kabar gembiranya, konon kabarnya esok harinya mereka ngadain proyek bersih - bersih masjid sebagaimana gambaran Rohis Idaman yang mereka presentasikan. Semoga saja proyek itu bisa berumur panjang. Jadi bukan hanya karena baru selesai pelatihan.

Dan bagaimanapun juga selalu ada akhir dalam setiap perjalanan. Saya telah mengemas seluruh barang - barang. Bersiap - siap untuk mengakhiri perjalanan di Kediri dan memulai perjalanan menuju Malang. Seorang teman telah datang berkunjung. Menunggu dibawah. Setelah bersilaturrahim barang sejenak dengan teman lama tersebut, saya pun berpamitan dengan kedua orang tua Fikri. Kemudian kembali di antar Puji ke tempat saya pertama kali menginjakkan kaki di Kediri.

Bus datang sangat - sangat menjemukan untuk dinanti. Saya sms seorang kawan "Ukhti puspa indah lama banget datangnya". Sangat lama bahkan. Sejak Puji melambaikan tanganya. Bahkan saat menunggu bus pun saya sempat melihat Puji lewat dihadapan dengan temanya. Untungnya ada salah seorang peserta training yang juga sedang menunggu bus. Tapi itupun hanya sebentar karena bus yang ditunggunya datang. bagaimanapun boringnya, toh kelak kita pun akan kembali pulang sendirian. Dan itu berarti saya belum lulus ujian kesabaran menunggu bus di Kediri..

Terimakasih buat teman - teman TMA SMA 2 Kediri. Makasih buat kesempatan yang udah diberikan. Saya percaya bahwa kalian semua adalah generasi yang dinanti oleh negeri ini untuk membebaskanya dari segala penjajahan. Makasih juga buat oleh - oleh khas Kedirinya...

Senin, 21 Juli 2008

Berjalan ke timur (3)

Saya bangun tidur dengan terkejut. Keletihan dalam perjalanan membuat badan terbuai diatas kasur nan empuk. Adzan Ashar telah berkumandang beberapa saat yang lalu. Dik Puji telah siap dengan jemputanya. Waktunya untuk mengisi sesi pertama tentang realitas ummat.

Hanya butuh beberapa menit saja dari rumahnya Fikri untuk sampai di lokasi acara yang terletak di aula SMA 2 Kediri. Gambaran saya mengenai kondisi tempat acara meleset beberapa derajat dari yang saya bayangkan. Lantainya berdebu, tidak ada hiasan di dinding, tidak ada backdrop dan posisi peserta juga menghadap jendela yang cahayanya penuh bahkan mungkin berlebih. Semoga aja mata mereka tidak cepat kelelahan.

Perlengkapan acara juga tidak jauh berbeda nasibnya dengan tempat acara. LCD baru dinyalakan. Sound juga terus merengek. Saya juga tidak melihat papan tulis didepan peserta.

Saya terus mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Kaca – kaca sudah banyak yang pecah, langit – langit juga terlihat tidak ramah. Dan saya senang sekaligus sedih melihat kondisi para peserta. Senang karena masih banyak yang penampilanya belum berjilbab rapih yang menandakan proses dakwah sedang berlangsung. Sedih karena jumlah peserta putra kurang dari sepuluh orang. Nyaris kembar dengan berbagai organisasi dakwah yang saya ikuti.

Saya juga mengintip alas kaki yang mereka pakai mulai dri senda jepit sampai sendal biasa. Mengintip juga posisi duduk mereka sehingga saya bisa meraba suasana hati mereka. Hal ini biasa saya lakukan untuk mencari jalan masuk yang tepat untuk menyapa mereka.

Setelah cukup membaca situasi, saya memulai sesi pertama. Perkenalan tentu saja menjadi menu wajib.

Sedikit demi sedikit saya mencoba mengarahkan alur berpikir para peserta. Saya ingin mengajak mereka kepada kehidupan nyata disekitar mereka. Bukan dunia remaja yang selalu digambarkan sangat gembira. Saya ingin membawa mereka kedalam kehidupan dimana mereka menyadari bahwa dunia tidaklah sedang baik - baik saja. Ada panggilan perjuangan dihadapan mereka sehingga mereka - dan juga saya, mampu menghargai kehidupan lebih baik. Menyadarkan kami semua bahwa ada pekerjaan besar yang harus dilakukan. Dan misi saya adalah membagi perasaan berbahagia dalam dunia pergerakan.

Tidak mudah memang. Ibarat membawa seseorang dari ruangan yang terang benderang kedalam ruangan yang gelap gulita. atau sebaliknya, dari ruangan yang terang benderang kedalam ruangan yang gelap gulita. Butuh penyesuaian beberapa waktu.

Setelah mereka mulai melihat keadaan lingkungan mereka sebenarnya, saya mengajak mereka untuk bekerjasama. Saling mengisi dan saling menguatkan. Berdiri dalam satu barisan yang kokoh. Tentu saja ini pun membutuhkan proses. Butuh waktu untuk menyatukan mereka semua. Menyadarkan bahwa harus ada ruang yang disisakan untuk diisi bersama disamping ruang pribadi yang memang secara khusus dimiliki oleh manusia. Saya mencoba memisahkan para peserta yang sejak awal selalu duduk berdekatan. Hal ini saya lakukan agar mereka, mau tidak mau, mencari teman yang lain. Ada banyak kombinasi yang saya lakukan, misalnya menyatukan peserta yang sama - sama memiliki karakter pemimpin, menyatukan yang terlihat saling menjauhi, menyatukan yang pendiam dengan yang ramai dan seterusnya.

Sangat menyenangkan melihat mereka berproses untuk saling mengenal dan saling mengisi. Saling menyisihkan egoisme masing - masing untuk kemudian saling bekerjasama. Saya pun berusaha memancing keluar bakat - bakat kepemimpinan yang terpendam di beberapa peserta. Saya ingin mereka semua menemukan hal - hal positif didalam dirinya yang dapat diberikan bagi proyek besar mereka. Tidak boleh ada yang minder. Tidak ada yang boleh merasa dirinya tidak bermanfaat.

Pelatihan telah berlalu selama dua hari. Ini adalah hari terakhir saya membersamai mereka. Saya melihat sudah ada perubahan yang mereka lakukan. Mereka kini telah duduk rapih sebelum materi dimulai. Ruangan pun lebih bersih. Mereka kini lebih cekatan. Lebih berbaur. Lebih kompak dan semoga lebih berbahagia dibanding sebelumnya. Bukan karena saya, tapi mudah - mudahan karena mereka telah menemukan diri mereka.

Terakhir saya mencoba membawa mereka untuk menikmati kehidupan ini. Mensyukuri setiap kenikmatan yang telah Allah berikan. Saat saya membacakan surat bunda kepada anaknya, beberapa peserta mulai sesenggukan karena menangis. Dan saya terus memberikan renungan, bukan untuk mereka. Tapi untuk diri saya sendiri. ...

Minggu, 20 Juli 2008

Berjalan Ke Timur (2)

Kediri belum banyak berubah. Sepeda motor masih dominan mewarnai jalan - jalanya. Bangunan - bangunanya juga masih banyak yang bergaya tempo doeloe. Menerbangkan kita pada kejayaan kerajaan Kediri di masa lalu. Kota ini dulu sering saya kunjungi. Banyak sahabat saya yang berasal dari Kota sentra tahu taqwa ini. Kota yang punya ikon sebagai kota tahu. Kota yang punya klub sepakbola besar PERSIK - Kediri. Kota yang sayangnya juga punya pabrik rokok besar.
Saya dan Puji memasuki perumahan Candra Kirana Real Estate yang terletak dekat SMA 2 Kediri. Berhenti didepan sebuah rumah yang baru jadi. Seorang remaja membukakan pintu. Fikri namanya. Dia adalah Ketua MPK yang juga panitia AKIDA. Anaknya kalem dan cerdas. Bapaknya adalah seorang wiraswasta sementara ibunya adalah seorang dokter. Kedua orangtuanya sangat ramah dan baik.
Didepan rumah Fikri terhampar kebun jagung yang sudah meninggi. Tidak terlalu luas tetapi cukup untuk menghadirkan pemandangan yang indah dan menyejukkan. Mungkin beberapa waktu lagi akan memasuki masa panen. Saya merasa akan betah berada dirumah ini. Penghuni rumahnya baik, rumahnya nyaman dan pemandangan depan rumahnya juga menyenangkan. Mungkin ini adalah tempat transit terbaik sepanjang saya beberapa kali berkesempatan mengisi acara di Kediri.
Anifah telah membuktikan janjinya. Dia adalah orang yang intens berkomunikasi dengan saya. Memastikan bahwa saya benar - benar bisa memenuhi undanganya untuk mengisi kegiatan di almamaternya. Seorang akhwat enerjik yang setia menemani adik - adik panitia meskipun sedang sakit.
Setelah agenda bersih - bersih diri selesai, saatnya untuk memenuhi panggilan perut. Perjalanan yang sangat panjang membuat saya kelaparan sejak shubuh. Terlebih, tidak ada jatah sarapan di Tuban seperti biasanya. Padahal saya juga tidak menyiapkan makanan ringan. Pelajaran penting buat yang akan melakukan perjalanan jauh yaitu selalu menyiapkan makanan enak didalam tas nya. Kelaparan ini pula yang membuat saya harus mengisi perut dengan tahu yang biasa dijajakan didalam bus.
Dan alhamdulillah, didepan saya kini terhidang ayam bakar kalasan yang sangat nikmat. Bapaknya Fikri menjamu makan siang dengan sangat tepat. Pelajaran berikutnya buat para penikmat makanan adalah makanlah saat perut sedang lapar.
Jadwal mengisi materi masih beberapa menit lagi. Masih cukup tersedia waktu untuk sedikit meluruskan badan. Setelah ber jam - jam tidur dalam posisi duduk, saatnya menikmati posisi terlentang. Terlebih kasur yang tersedia sangat - sangat empuk. Pelajaran penting kehidupan, hidup adalah bergerak. Tidak enak berlama - lama dalam satu posisi. Terjebak dalam zona nyaman. cobalah posisi yang lain, semoga menemukan kenikmatan yang lain. bismika allahumma ahya wa amuut....

Berjalan Ke Timur (1)

Bus belum juga keluar dari mulut tol. Jarum jam sudah menunjukkan jam 13.30. Berarti sudah terlambat 30 menit dari waktu yang telah dijanjikan. Padahal saya sudah terburu - buru keluar rumah dan belum sempat makan siang. Sambil menunggu kedatangan bus yang akan membawa saya menuju Surabaya, lembaran - lembaran pemikiran dari salah seorang ustadz terus saya bolak - balik.
Siang ini adalah hari dimana saya akan memulai perjalanan ke sebuah kota di Jawa Timur. Rencananya saya akan ke Kediri melalui Surabaya. Sebenarnya Saya lebih memilih naik kereta api Gajayana jurusan Jakarta - Malang karena kereta ini singgah di Kediri. Tapi tiket gajayana telah habis terjual untuk jadwal keberangkatan hingga beberapa hari kedepan karena bertepatan dengan liburan sekolah.
Tepat sebelum jam duduk di posisi 14.00, Bus yang akan saya duduki selama kurang lebih 20 jam kedepan telah tiba. Hanya ada beberapa orang saja yang telah berada didalam. Kondektur bus memberitahu bahwa bus akan dioper di Bekasi. Sebuah kebijakan yang harus diambil untuk menyelamatkan keuangan perusahaan. Beberapa penumpang nampak tidak sepakat dengan pemberitahuan ini tapi Saya sendiri sudah biasa karena ini bukan yang pertama. Yang bikin saya tidak sepakat adalah karena bus ini juga harus mampir di Lebak Bulus yang berarti perjalanan akan semakin panjang dan waktu kedatangan akan lebih terlambat dari biasanya. Padahal, tanpa mampir ke Lebak Bulus pun sudah biasa terlambat.
Lebak Bulus nampak ramai. Pemandangan yang hampir sama disemua terminal di Indonesia. Terminai adalah pusat bisnis yang lumayan hidup. Banyak profesi yang melakukan aktivitas bisnisnya ditempat ini seperti calo, copet, pedagang asongan, pengamen, pengemis dan profesi lainya. Mulai dari yang legal sampai ilegal. Mulai yang bersih sampai yang kotor. Terminal kita menurut saya dan cerita dari beberapa teman, belum menjadi tempat yang nyaman dan ramah bagi manusia. apalagi manusia yang sedang kebingungan. Maka tips buat para pengguna terminal adalah jangan memasang tampang bingung diterminal.
Setelah pindah mobil di rest area dipinggiran tol, saya mulai duduk lebih ajeg. Setidaknya saya punya gambaran kapan akan menginjak tanah lagi yaitu di Pamanukan dan di Tuban. Jadi sepanjang belum menginjak tanah, saya akan lebih banyak berpikir, berdzikir dan tidur. Yang terakhir ini biasanya jadi juara dibanding dua aktivitas pertama.
Sesuai perkiraan, bus menyapa terminal purabaya pada pukul 10.00. Saya langsung masuk ke tempat parkir bus - bus yang keluar kota. Inilah enaknya terminal yang lebih dikenal dengan terminal bungurasih. Mobil - mobilnya tertata lebih rapih. Ada tempatnya sendiri - sendiri untuk bus antar propinsi, antar kota dalam propinsi, dalam kota dan taxi. Jadi kita bisa lebih mudah untuk mencari bus yang kita butuhkan. Didalamnya pun calo - calo lebih bersahabat dibanding terminal lainya yang pernah saya singgahi. Bus - bus nya pun tidak parkir (ngetem) terlalu lama karena sudah diatur waktu keberangkatanya masing - masing. Berapapun penumpang didalamnya jika sudah waktunya berangkat, akan berangkat. Menyenangkan bukan? tapi tetap aja, kewaspadaan harus tetp di setel. Kata Bang Napi: waspadalah, waspadalah!
Saya mengirimkan pesan singkat ke seorang sahabat di Kediri. Menanyakan bis yang bisa saya tumpangi menuju Kota Kediri. Saya menunggu Bis Patas yang ber AC biar lebih nyaman. Nyaman yang saya maksud adalah bebas dari asap rokok. Tapi yang banyak berangkat adalah bis - bis ekonomi. Karena waktu sudah mepet, saya pun naik bus ekonomi jurusan Trenggalek. Meskipun tidak lebih nyaman, tapi lebih lumayan ketimbang bus serupa di Jakarta.
Sidorjo, Mojokerto, jombang adalah kota - kota yang saya lewati, yang sempat terekam dalam ingatan. yang membawa saya juga kepada kenangan saat - saat aktif dalam dunia organisasi selama menjadi mahasiswa di Universitas Brawijaya, Malang. Membawa saya kepada teman, sahabat dan saudara yang kini telah banyak kembali kedaerahnya masing - masing. Membawa kesan istimewa dari sebagian diantara mereka yang saya kenang. Saya pun memberi pesan singkat kepada mereka untuk menjaga tali persaudaraan agar tidak terputus. Sejauh apapun jarak memisahkan, maka persaudaraan harus tetap dijaga. Karena terkadang bukan jarak yang memisahkan dan memutuskan persaudaraan.
Alhamdulillah, setelah nyaris 24 Jam berada didalam bus, saya bisa menginjakkan kaki di Kota Kediri. Turun di dekat Pos dan Giro sebagaimana petunjuk sahabat saya. Dan disana juga sudah menanti jemputan sebuah motor berwarna biru tua yang dikendarai oleh Puji. Anak SMA 2 Kediri yang bersemangat sekali menjadi Panitia AKIDA. Sebuah kegiatan training untuk anak - anak takmir masjid sekolah. Acara yang akan saya dampingi selama beberapa hari. Motor itulah yang akan membawa saya ke tempat saya menginap tiga hari kedepan.


Sendiri Untuk Semua

Terkadang dalam perjuangan kita berada dalam kesendirian. Mengobati luka dan menghapus duka sendirian. Keimanan dan sikap tawakal lah yang membuat diri slalu yakin bahwa kita pasti menang.

Kesendirian mengantarkan kita memasuki istana Allah yang megah. Mengajarkan kepada kita bahwa hanya Allah lah tempat bersandar. Tempat mengadu. Tempat meminta. Tempat bersimpuh dan berusujud. Tempat kita berbagi cerita dan derita. Allah lah tempat kita mengembalikan semua masalah. Dan pada akhirnya setelah kita berserah diri, Allah karuniakan energi baru untuk bangkit. Untuk terus berdiri tegar menghadapi setiap tantangan dan ujian dalam kehidupan.

Bulir – bulir air mata saat kita merendahan diri di hadapan Nya, menyuburkan taman – taman keimanan dalam hati. Menumbuhkan kembali bunga – bunga harapan yang mungkin nyaris layu beriring waktu.

Pengakuan kita atas segala kelemahan dan kekhilafan, mengalirkan ajaran lagit bahwa tugas kita adalah terus berjuang. Dan kita memasrahkan segala hasilnya kepada hakim yang paling adil.

Kepala yang semakin tertunduk seiring hati yang menderu dan tubuh yang bergetar, mengantarkan kenikmatan yang tak terlukiskan oleh kata maupun pena. Sebuah perjalanan jiwa yang menenteramkan mata, menyejukkan hati dan melapangkan dada. Seolah kita sedang mereguk sepuas – puasnya air dari telaga surga atau sedang menghirup dalam – dalam wewangian surga.

Kesendirian dalam perjuangan bukan berarti keluar dari fitrah manusia untuk bekerjasama. Kesendirin adalah saat – saat dimana engkau dipercaya untuk berhadapan dengan masalah sendirian lalu membawa kemenangan dan kebahagiaan untuk semua orang.

 

blogger templates | Make Money Online