Selasa, 19 Februari 2008

Sepotong Lidi

Maghrib baru berlalu beberapa menit yang lalu. Disebuah kampung kecil, sekelompok remaja duduk bermusyawarah. Mereka anak – anak muda yang tergabung dalam Remaja Islam Masjid Ibadurrahman (RISMI). Memakmurkan sebuah masjid dimana saya dulu mengeja a ba ta tsa dan menyelami materi panah – panahan dari murobbi. Kini mereka telah lulus SMA. Masalah kehidupan juga menerpa mereka. Melanjutkan ke perguruan tinggi mungkin tidak pernah terlintas dalam benak mereka. Mereka hanya anak kampung yang besar dari gaji buruh dan cangkul tani.

Namun sentuhan dakwah membuat mereka begitu berbeda dari teman sebayanya. Simak pembicaraan yang keluar dari anak kampung ini.

”Akhir – akhir ini sepertinya kita mengalami kemandegan. Banyak program dakwah yang tidak berjalan. Sebuah organisasi minimal ada pertemuan rutin. RISMI sudah melahirkan banyak orang dan sudah dikenal sebagai wajihah yang berdiri paling awal” ujar seorang senior yang memfasilitasi pertemuan malam ini. Dia merupakan salah seorang alumnus RISMI yang menjabat sebagai pembina dan telah menamatkan pendidikanya di UNJ.

”Kalian ibarat batang – batang lidi. Sebatang lidi tidak akan efektif untuk menyapu dan membersihkan halaman yang penuh dengan sampah. Lidi – lidi itu harus di ikat erat agar mampu menyapu segala sampah”

Pikiran para pengurus RISMI pun mulai menerawang memutar kembali hari – hari yang berlalu dengan kemandegan program kerja. Sepertinya semua tampak menyesal. Keluhan demi keluhan bersahut – sahutan dimalam itu. Keluhan yang kemudian melahirkan semangat untuk membangun kembali dakwah yang telah dirintis bertahun – tahun lamanya.

”Kini saat nya kita menyalakan lilin dan tidak mencela kegelapan” ujar yang lain. ”Pertanyaan mengapa dan kenapa tidak membuat kita bangkit. Mari kita bertanya apa yang bisa kita lakukan”.

Isya telah menjelang. Adzan berkumandang dilangit Banten. Musyawarah kecil malam itu menyalakan api semangat yang nyaris padam. Dari sebuah lentera dakwah di sebuah kampung kecil.

Dan ada banyak lentera dakwah yang perlu dinyalakan dikampung – kampung kecil lainnya. Dipulau terpencil. Di rimba belantara. Di pucuk gunung. Lalu masihkah kita berkutat dengan kelemahan – kelemahan diri? Bangkitlah. Jadilah lidi – lidi yang terikat erat.

Tidak ada komentar:

 

blogger templates | Make Money Online