Pada suatu ketika, Rasulullah SAW memerintahkan sahabat Bilal untuk mengumandangkan adzan dengan berkata “istirahatkan kami wahai bilal”. Istirahat! Betapa mulianya Sang Nabi sehingga istirahat yang dimintanya adalah Sholat. Pun demikian halnya para sahabat dan generasi salafus shaleh senantiasa gandrung akan majlis-majlis iman sehingga mereka mendapatkan supply energi yang begitu besar untuk kemudian bertebaran diseluruh penjuru bumi.
Kini kita hidup dimana perubahan begitu sangat cepat dan tidak stabil. Dan dakwah kini telah menyemburat sepanjang nusantara. Tumbuh disebuah mihwar bernama mihwar muassasi. Sebuah mihwar dimana para kader dakwah harus bekerja diseluruh institusi sosial yang ada dimasyarakat. Kita tidak lagi dituntut sekedar menyebar ditengah masyarakat, tapi kita dituntut untuk melakukan mobilitas vertikal sebagai prasyarat meraih kesuksesan dimihwar ini. Rumit? Jelas! Karena disini kita tidak sekedar membentuk opini publik untuk berpihak kepada islam tetapi harus memberikan legalisasinya sehingga dapat dijalankan oleh semua masyarakat.
Maka perkuatlah bahteramu. Kita harus melakukan pengokohan terhadap tandzhim dakwah kita. Menyingkirkannya dari indikator-indikator kehancuran. Membuka kembali perbendaharaan ilmu kita mengenai teori-teori manajemen organisasi, manajemen-manajemen harakah dan melakukan kembali penataan-penatan dakwah serta melindunginya dari debu-debu perpecahan.
Maka siapkanlah perbekalan karena muhibah ini sangat panjang. Kita harus mengokohkan struktur berpikir kita. Memperkuat basis ideologi kita dan memperkuat tradisi pembelajar kita. Kita harus membuat sebuah strategi dakwah yang kokoh sehingga mampu bertahan hingga sampai kedermaga. Dan mungkinkah kita dapat mendapatkannya dari syuro-syuro yang berlangsung tanpa persiapan, tanpa dasar yang jelas selain intuisi. Dapatkah kita mendapatkannya dari pembicaraan besok “mengadakan apa” tanpa pernah kritis mengemukakan “untuk apa diadakan”. Akankah kita mendapatkan perbekalan ketika kita membicarakan “siapa yang memberi” dan tidak mendengar “apa yang dia beri”. Masihkah kita pertahankan logika “kemarin atau dulu” tanpa mengimbanginya dengan logika “sekarang dan yang akan datang”.
Ini adalah zaman kita kawan. Mari kita sholat. Sang muadzin telah menawarkan kita kemenangan dengan mengajak kita pada spiritual yang tinggi dan jangka panjang, bukan an sich duniawi nan pragmatis yang sempit. Saat dakwah mendapatkan kesempatan berada dalam institusi masyarakat, jangan pernah sekedar berpikir peluang bisnis.
Saat kita berdiri dengan niat lillahi ta’ala, mengumandangkan takbir dengan menghadap kiblat dan suara yang lantang. Maka kita pada mihwar ini harus tetap meluruskan orientasi kita, menghadap arah yang sama dan mengumandangkan dengan lantang kebenaran.
Saat kita rukuk dan sujud mengagungkan Rabb, maka pada mihwar ini kita tidak boleh merasa jumawa lalu lupa mengagungkan Rabb.
Maka tetaplah telunjuk ini berhias syahadat sebab kita ingin menutupnya dengan salam keselamatan. Untuk masyarakat dikiri kita, depan kita, kanan kita, bahkan dibelakang kita.
Menuju Milad VIII KAMMI, Selamat datang muslim negarawan. Selamat menjadi manusia baru, untuk zaman baru. Jadilah batu bata terbaik dalam zaman ini. Jangan risau dengan celaan generasi lalu yang bangkrut sebab mereka akan berlalu. Ya Rabb, temani dan jagalah kami dan KAMMI selalu. (zoel) 010306
Tidak ada komentar:
Posting Komentar